Tim Hukum Anies-Muhaimin Sebut Butuh Political Will Presiden untuk Berantas Korupsi

Lebih jauh Ari mengatakan seorang presiden harus bisa memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk memerangi korupsi.
“Sebab perang melawan korupsi sangat krusial, apalagi pemberantasan korupsi, dan juga kolusi serta nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang kini belum tuntas,” tegas Ari.
Terlebih situasinya, lanjut Ari, praktik korupsi di tanah air sudah sangat mengerikan.
Dia mengutip data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) 2022, di mana Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.
Sebelumnya, pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38.
“Pada level ASEAN, kita termasuk negara terkorup kelima. Skor IPK kita jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Vietnam, Timor Leste, dan Thailand,” ungkap Ari.
Ari juga menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah organ penting dalam pemberantasan korupsi.
Justifikasinya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang secara tegas menyatakan bahwa KPK adalah organ penting konstitusi (constitutional importance) yang harus dijamin independensinya.
Tim Hukum Anies-Muhaimin menyebutkan kehendak politik (political will) dari seorang presiden menjadi krusial agar pemberantasan korupsi lebih akseleratif
- Presiden Prabowo Menyoroti RUU Perampasan Aset, Pengamat: Ini Angin Segar
- Prabowo Percaya Hakim Bergaji Besar Tidak Bisa Disogok
- KPK Periksa Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Korupsi Fasilitas Kredit
- Dukung RUU Perampasan Aset, Prabowo Sentil Koruptor: Enak Saja Sudah Nyolong...
- Yunus Wonda Diminta Bertanggung Jawab di Kasus PON XX Papua
- MUI Dukung Kejagung Membongkar Habis Mafia Peradilan