Tim Hukum Anies-Muhaimin Sebut Butuh Political Will Presiden untuk Berantas Korupsi

Tim Hukum Anies-Muhaimin Sebut Butuh Political Will Presiden untuk Berantas Korupsi
Ketua Tim Hukum Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir saat berbicara dalam diskusi 'Mau Dibawa ke Mana Pemberantasan Korupsi Kita: Membedah Visi Misi Capres' yang berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (13/12). Foto: Dokumentasi THN Anies-Muhaimin

Lebih jauh Ari mengatakan seorang presiden harus bisa memobilisasi seluruh kekuatan sosio-politiknya untuk memerangi korupsi.

“Sebab perang melawan korupsi sangat krusial, apalagi pemberantasan korupsi, dan juga kolusi serta nepotisme, adalah salah satu amanat Reformasi 1998 yang kini belum tuntas,” tegas Ari.

Terlebih situasinya, lanjut Ari, praktik korupsi di tanah air sudah sangat mengerikan.

Dia mengutip data Corruption Perception Index (Indeks Persepsi Korupsi/IPK) 2022, di mana Indonesia memperoleh skor 34 dengan peringkat 110 dari 180 negara.

Sebelumnya, pada 2021, skor IPK Indonesia adalah 38.

“Pada level ASEAN, kita termasuk negara terkorup kelima. Skor IPK kita jauh di bawah Singapura, Malaysia, Brunei, Vietnam, Timor Leste, dan Thailand,” ungkap Ari.

Ari juga menegaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah organ penting dalam pemberantasan korupsi.

Justifikasinya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang secara tegas menyatakan bahwa KPK adalah organ penting konstitusi (constitutional importance) yang harus dijamin independensinya.

Tim Hukum Anies-Muhaimin menyebutkan kehendak politik (political will) dari seorang presiden menjadi krusial agar pemberantasan korupsi lebih akseleratif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News