Tim Transisi Jokowi-JK Diminta Bubar

Dianggap Asal Comot dan Tak Representatif

Tim Transisi Jokowi-JK Diminta Bubar
Joko Widodo. Foto.ist.

Agus membeberkan, keberadaan Rini Soemarno sebagai Kepala Staf Kantor Transisi Jokowi-JK, akan menjadi ancaman bagi solidaritas politik dan integritas moral presiden terpilih Joko Widodo. "Pasalnya, Rini Soemarno, dinilai bukanlah figur yang mampu merepresentasikan politik bersih yang menjadi harapan rakyat."

Penunjukan Rini Soemarno memimpin aktivitas Kantor Transisi, dinilai justru menjadi beban dan melemahkan Jokowi secara moral politik, karena mantan istri Didik Soewandi ini punya beban politik masa lalu, terkait dugaan keterlibatan Rini dalam kasus korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang merugikan negara triliunan rupiah. 

Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan yang dulu dikenal dengan Rini M.S Soewandi, juga sempat diperiksa penyidik Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, terkait kasus dugaan korupsi penjualan aset pabrik gula RNI (Rajawali Nusantara Indonesia). Bahkan dalam kasus pembelian pesawat sukhoi, Rini yang pernah menjabat Presdir Astra Internasional, disebut DPR melakukan pelanggaran UU Pertahanan dan UU APBN. "Sehingga secara moral, adik mantan Dirut Pertamina dan Dirut Petral Ari Soemarno ini, bakal menjadi beban tersendiri bagi Jokowi."

Sementara Anies Baswedan, lanjut Agus, masih tergolong baru di dunia politik. Rektor non aktif Universitas Paramadina berdarah masyumi ini disebut 'penumpang gelap' dalam koalisi Jokowi-JK. Pada 2013, ia ikut konvensi presiden dari Partai Demokrat. Elektabilitasnya bahkan kalah dengan Dahlan Iskan. Karena suara Demokrat 'terjun bebas' pada Pileg Juli 2014 lalu, dan tidak mendapatkan mitra koalisi untuk mengajukan capres. Anies lalu merapat ke Jokowi-JK. "Anies tidak punya pengalaman politik riil di lapangan, apalagi di parlemen," tandas Agus.

Dari PDIP ada dua orang. Hasto Kristiyanto dan Andi Widjojanto. Hasto mantan aktivis GMNI yang belakangan namanya sering muncul di media karena saban hari mengikuti Jokowi. Sementara Andi, putra almarhum Mayjen (purn) Theo Syafi'i. Sejak ikut Jokowi, ia disebut mundur dari dosen FISIP Universitas Indonesia. "Semua mafhum, Andi Widjojanto termasuk anak muda yang 'disayangi' Mega karena menghargai jasa Theo dalam membela PDIP ketika zaman represi Orde Baru."

Yang terakhir, Akbar Faizal, politisi Partai Nasdem. Ia dinilai Agus tergolong politisi kutu loncat yang lincah dan pintar mencari peluang. Mantan aktivis HMI ini memulai karier politiknya di Partai Demokrat. Karena kalah bersaing di partai itu, Akbar pindah ke Partai Hanura dan maju menjadi caleg pada Pemilu 2009 dan ia lolos ke parlemen. Melihat karier di Hanura tidak terlalu moncer, ia kemudian bergabung ke Nasdem. Pada Pileg kemarin, Akbar kembali lolos menjadi anggota DPR.

Kelima orang tersebut dipilih Jokowi untuk menyiapkan strategi program unggulan mantan Wali Kota Solo itu, termasuk menyiapkan transisi pemerintahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke pemerintahan yang baru. Namun menurut Agus, formasi tim transisi itu kesannya justru asal comot daripada pertimbangan representasi parpol pendukung, atau aspirasi politik aliran. Kesannya diam-diam karena ketua umum parpol koalisi pun tidak diajak bicara.

Agus mengatakan tim transisi lebih baik dibubarkan karena akan mengganggu komunikasi antarparpol koalisi. "Dari sisi representasi politik aliran aja gak masuk, tim transisi lebih baik dibubarkan aja," pungkas Agus. (adk/jpnn)

JAKARTA - Langkah presiden terpilih Joko Widodo membentuk Tim Transisi, tidak hanya mendapat acungan jempol. Kritik pedas juga menerpa terkait komposisi


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News