Tito Karnavian Ungkap Tempat Rekrutmen Teroris

Tito Karnavian Ungkap Tempat Rekrutmen Teroris
Kasus teror di Jalan Thamrin, Jakarta. Foto: dok. JPNN

JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Tito Karnavian menyatakan Lembaga Pemasyaratan (Lapas) tidak memiliki program khusus terhadap pembinaan narapidana terorisme. Akibatnya, ujar Tito, Lapas menjadi tempat rekrutmen calon teroris.

"Lapas tak punya program pembinaan narapidana terorisme. Akhirnya terjadi fenomena napi terorisme melakukan rekrutmen terhadap narapidana lain," kata Tito, saat rapat kerja dengan Komisi III, di Gedung DPR Rabu (13/4).

Seperti pada kasus kelompok Santoso misalnya. "Dalam kasus kelompok Santoso, kami sudah lihat langsung di Lapas Palu dan Poso melihat gambarnya, sebagian dari mereka bertato. Ada yang sudah tertangkap, yang terakhir itu dalam keadaan hidup. Dia menyampaikan, sebagian daripada kelompok ini‎ adalah eks-eks narapidana kasus curanmor dan pencurian ringan yang direkrut Santoso, sewaktu di Lapas di Palu dan di Poso," ungkap mantan Kapolda Metro Jaya ini.

Selain itu, lanjut polisi bintang tiga ini, Lapas juga tempat berkumpul dan perencanaan kasus terorisme, seperti halnya pelatihan para militer di Janto Provinsi Aceh 2010.

 "Itu kami sendiri yang pimpin operasi. Ada 70 orang kami tangkap. Mereka katakan, ada kontingen-kontingen dari berbagai daerah dan perencanaannya dilakukan justru di Lapas Cipinang tahun 2010," jelasnya.

Kemudian, bom Jalan Thamrin yang empat orang meninggal sekaligus sebagai tersangkanya. "Ini juga sudah diungkap Densus 88, ada 10 orang yang ‎ditangkap terkait kasus Jalan Thamrin, di antara tersangka Abu Gar dan dia katakan perencanaan bom Jalan Thamrin dilaksanakan di Lapas Nusakambangan, antara Abu Gar, Aman Abdurrahman, dan Iwan Darmawan alias Rois, yaitu mastermaind kasus Kedutaan Besar Filipina 2004," imbuhnya.

Oleh karena itu, Tito sarankan perlu ada manajemen yang lebih baik dan perlakuan khusus narapidana terorisme di dalam lapas. Ia juga menyarankan adanya keamanan maksimum, membatasi komunikasi para narapidana yang masuk kategori beresiko tinggi dan kalau mungkin di pulau terpencil yang sulit dikunjungi.

"Kami paham, dari kasus bom Thamrin, ternyata anggota jaringan bisa menyebrang dengan mudah Lapas Nusakambangan dengan cover kunjungan keluarga atau kunjungan teman, mereka justru berkomunikasi, berkoordinasi, dan bahkan melakukan perencanaan di sana," pungkasnya.(fas/jpnn)



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News