Tokoh Agama Diajak Aktif Menjaga Ketenteraman Saat Pilkada

Tokoh Agama Diajak Aktif Menjaga Ketenteraman Saat Pilkada
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dan Mendagri Tjahjo Kumolo dalam Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jakarta, Rabu (18/4). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan kerukunan antarumat beragama menjadi salah satu kunci terciptanya Pilkada, Pemilu legislatif serta Pilpres yang aman dan damai. Seluruh alim ulama, tokoh masyarakat dan tokoh lintas agama diharapkan mampu memberi pencerahan kepada masyarakat untuk terus saling menghargai serta menghormati antar pemeluk agama di Indonesia.

“Kita berharap para alim ulama dan semua tokoh agama bisa turut aktif menjaga ketentraman masyarakat menjelang Pilkada serentak dan Pemilu 2019. Kita tentu tidak ingin masyarakat terbelah akibat isu SARA dalam Pilkada dan Pemilu mendatang,” tegas Bamsoet sapaan Bambang Soesatyo dalam Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jakarta, Rabu (18/4).

Hadir dalam acara ini antara lain Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menkopolhukam Wiranto, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Ketua DPD Oesman Sapta serta para tokoh lintas agama.

Bamsoet menuturkan, pada tanggal 27 Juni 2018 mendatang, Indonesia akan menyelenggarakan Pilkada serentak. Daerah yang akan mengikuti Pilkada serentak terdiri 17 provinsi, 39 kota dan 115 kabupaten.  Di tahun 2019 pun Indonesia juga akan melaksanakan Pileg dan Pilres.

“Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019 bertujuan untuk memperkuat demokrasi negara. Penguatan demokrasi mengandung arti bagaimana agar proses Pemilu dan Pilkada tidak sekadar hadir, dirayakan, serta terselenggara secara prosedural, lancar dan aman. Tetapi, juga dapat dirasakan hasilnya secara substantif oleh rakyat,” kata Bamsoet.

Namun, Bamsoet mengingatkan, harapan terhadap pelaksanaan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang demokratis, menghadapi tantangan berat, karena Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Sebagai bangsa yang majemuk dan plural, Indonesia memiliki potensi konflik yang sangat tinggi.

“Potensi konflik sosial yang terjadi berasal dari isu SARA. Dari isu SARA tersebut, faktor agama merupakan faktor yang lebih dominan menjadi potensi konflik, bila dibandingkan dengan faktor kesukuan atau hal lainnya. Potensi konflik juga diperuncing dengan keberadaan masyarakat yang dengan mudah diprovokasi berita hoax dan hate speech,” tutur Bamsoet.

Politisi Partai Golkar ini menegaskan, perlu ada kesadaran dari setiap pihak untuk mampu meredam dan tidak membiarkan konflik sosial mengarah pada disintegrasi bangsa. Negara membutuhkan dukungan dari berbagai pihak guna meningkatkan semangat persatuan dan kebangsaan.

Menurut Bamsoet, rasa kebangsaan merupakan perekat yang mempersatukan sekaligus memberi dasar kepada seluruh masyarakat untuk memahami jati diri bangsa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News