Tolak Revisi UU TNI, Imparsial Ungkap Pasal Krusial Ini

Tolak Revisi UU TNI, Imparsial Ungkap Pasal Krusial Ini
Diskusi publik membahas rencana revisi UU TNI di Yogyakarta, Kamis (8/6/2023). Foto: Imparsial

"Seperti pelibatan militer dalam program ketahanan pangan pemerintah. Hal ini tentu melenceng dari tugas pokok TNI dan mengganggu profesionalismenya," ujar Gufron.

Dia menyebut hal tersebut akan dilegalkan melalui revisi UU TNI yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah dengan adanya sejumlah pasal krusial.

Semisal, Pasal 3 Ayat (1) draft revisi juga memberikan perluasan pada fungsi TNI untuk terlibat dalam urusan dalam negeri. Dia mengatakan seharusnya TNI hanya fokus untuk menghadapi ancaman eksternal, bukan urusan keamanan dalam negeri.

Lalu, pada Pasal 3 Ayat (2) justru menghapus kewenangan Presiden dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI. "Ini artinya TNI dapat bergerak atau dikerahkan tanpa keputusan politik negara," tegasnya.

Selain itu, ada Pasal 47 Ayat (2) terkait OMSP (operasi militer selain perang), di mana banyak lembaga yang tidak relevan dengan tugas-tugas TNI/ militer dapat diduduki oleh prajurit militer aktif, bahkan ada klausul "lembaga lain” yang ditugaskan oleh Presiden.

"Hal ini tentunya bertentangan dengan amanat dan semangat reformasi," ujar Gufron.

Pada forum yang sama. Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut revisi UU TNI sangat berpotensi mengembalikan Dwifungsi ABRI karena banyak sekali pasal-pasal bermasalah di dalamnya.

Usman juga menekankan bahwa kritik terhadap revisi UU TNI ini tidak boleh dilihat sebagai serangan terhadap institusi TNI atau kebencian personal.

Imparsia yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil menolak revisi UU TNI karena adanya pasal krusial yang dinilai berpotensi melanggar konstitusi.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News