Tolong Diulang, Pak Arief....

“Kita menyadari, dana promosi kita tidak banyak. Karena itu harus diposting pada waktu pas dan tempat yang tepat,” jelas Arief Yahya.

Kalau digital, Kemenpar sudah menempatkan materi promosi di hampir semua media penyandang nama besar seperti Google, Baidu, Youtube, TripAdvisor, Ctrip, dan lainnya. Bahkan Arief mendorong terbentuknya Indonesia Travel Xchange (ITX), semacam pasar digital yang mempertemukan antara sisi pasokan dan permintaan dalam satu platform.

ITX ini adalah upaya Kemenpar untuk menjawab kegalauan pelaku bisnis dan industri pariwisata yang tergerus oleh kecepatan online travel agent yang lebih gesit, lebih cepat, lebih menarik, dan lebih atraktif.

“Kami membuatkan pasar digitalnya. Kami buatkan template untuk website yang standar, jika mereka belum punya media online-nya, sebagai own media mereka. Kami siapkan booking system dan payment system-nya, yang kalau membangun sendiri itu bisa menghabiskan Rp 300 sampai Rp 400 juta. Di ITX ini free, dan diberi asistensi dengan free juga,” ungkap Arief Yahya.

Arief Yahya menyadari, jika tidak berubah maka para pelaku industri pariwisata akan terus tergerus oleh perkembangan digital yang semakin masif.

Sedangkan Don Bosco Selamun mengaku selalu nyaman berbincang santai dalam talk show bersama Arief. Tidak ada kesan menggurui, tidak memaksakan ide, tidak banyak bermain janji-janji apa lagi kata-kata bersayap.

Semua disebut dengan data, angka, trend, dan menggunakan global standard. Tidak mau jauh-jauh dari fakta angka yang terukur dan benchmarking dengan negara lain yang sukses menjalankan lebih dulu.

Dia juga tidak canggung untuk mengakui Thailand dan Malaysia itu kenyataannya lebih maju, lebih banyak jumlah wisatawan mancanegaranya. Indonesia masih 10 juta, Malaysia sudah 25 juta, sedangkan Thailand 30 juta.