Tragedi Kanjuruhan: Setelah Tersangka, Lanjut Investigasi Mendalam

Tragedi Kanjuruhan: Setelah Tersangka, Lanjut Investigasi Mendalam
Gas air mata memenuhi Stadion Kanjuruhan, Malang seusai laga Arema FC vs Persebaya. Foto: Antara/Prabowo/abs/rwa

jpnn.com, JAKARTA - Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Sholeh Basyari menyatakan tragedi Stadion Kanjuruhan Malang yang menewaskan ratusan orang itu jelas penghilangan hak hidup.

Dia menyebutkan Indonesia sebagai negara yang menandatangani International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Hak Sipil dan Politik) wajib menaatinya.

"Konsepsi HAM tentang hak sipil dan politik adalah hak yang tidak bisa dikurangi apalagi dihilangkan. Rumpunnya ialah hak hidup dan hak beragama," jelas Sholeh dalam keterangannya, Minggu (9/10)

Dia menyebutkan jika negara abai dalam pemenuhan hal itu, para warga dan aktivis bisa mengadu ke badan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa, yaitu United Nations Comission on Human Right (UNHCR).

"Pelaporan menjadi penting dengan sejumlah hal berikut. Pertama, korban tidak tengah demo atau aktivitas menuntut hak. Kedua, aktivitas olahraga sejatinya steril dari politik," kata pria dengan gelar doktoral hukum dan HAM itu.

Sholeh juga menjelaskan hal yang perlu diivestigasi secara mendalam ialah jenis gas air mata yang digunakan sesuai standar atau ada campuran lain sehingga sangat mematikan," jelasnya.

"Kasus Talangsari Lampung, Timor timur, dan DOM Aceh yang jelas-jelas 'kebijakan negara' saja dipersoalkan secara HAM, apalagi tragedi Kanjuruhan yang tidak ada kaitannya dengan stabilitas politik," kata Sholeh.

Tragedi meninggalnya ratusan suporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan Malang tengah menjadi sorotan dunia.

Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) Sholeh Basyari menyatakan perlu investigasi mendalam pascapenetapan tersangka tragedi Kanjuruhan Malang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News