Tragedi Prestasi

Oleh: Dahlan Iskan

Tragedi Prestasi
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Polisi sudah benar dengan analisisnya. Panitia sudah benar dengan suratnya ke LIB. Juga sudah benar tidak mengalokasikan jatah kursi untuk suporter Persebaya.

Akan tetapi, toh terjadi bencana sepak bola yang demikian tragisnya: lebih 127 orang meninggal dunia. Itu angka terbesar kedua di dunia. Untuk sejarah kelam sepak bola.

Itu mengalahkan tragedi Heysel ketika Liverpool bertemu Juventus di final Piala Champion. Di tahun 1985. Yang meninggal 39 orang.

Tragedi Kanjuruhan juga jauh lebih besar dari tragedi Hillsborough 15 April 1989. Yang sampai sekarang, hampir 35 tahun kemudian, masih terasa ngerinya: yang meninggal 96 orang. Yakni, saat final piala FA Inggris antara Liverpool vs Nottingham Forest di kota netral Sheffield.

Hanya kalah oleh tragedi Estadio Nacional, Peru, pada 1964 yang menewaskan 328 orang.

Kalau saya lihat video-video peristiwa Kanjuruhan yang beredar, tidak seharusnya tragedi Kanjuruhan terjadi. Biar pun Arema kalah 2-3 oleh Persebaya.

Tidak ada perang suporter –karena tidak ada suporter Persebaya. Bonek sendiri juga lagi kecewa dengan tim Persebaya –kalah beruntun, pun dengan tim seperti Rans United FC milik artis Raffi Ahmad.

Wasit malam itu juga tidak terlalu menimbulkan kekecewaan penonton. Saya melihat banyak sekali kemajuan di perwasitan Indonesia: setidaknya sudah bisa banyak tersenyum.

Saya melihat, dari situlah tragedi itu meledak. Ini bukan Arema vs Persebaya. Bukan Aremania lawan Bonek. Ini penonton lawan petugas. Ada teriakan Sambo juga..

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News