Traveling Enam Bulan Hanya Berbekal Uang Rp 9 Juta

Traveling Enam Bulan Hanya Berbekal Uang Rp 9 Juta
Marina Silvia di Bandara Soekarno Hatta, sebelum bertolak ke Eropa. Foto: JP
Troli yang didorongnya hanya berisi sebuah daypack (tas model ransel) ukuran laptop dan sebuah koper ukuran sedang. Menurut Marina, dirinya selalu menyesuaikan bekal yang dibawa dengan tujuan perjalanan. "Ini beda dengan saat backpacking ke Eropa dua tahun lalu, bawaan saya ransel yang gede," kata wanita berusia 25 tahun itu.

Menurut Marina, kali ini keberangkatan ke Eropa untuk kepentingan sekolah. Dia ingin mengumpulkan informasi sebelum memburu gelar S-2 atas biaya sendiri di sana. Meski gemar travelling ke luar negeri, lulusan Teknik Industri ITB angkatan 2001 itu mengaku bukan anak orang kaya. Ayahnya, Rasyid Abdul Kadir, hanyalah pensiunan PNS (pegawai negeri sipil). Tapi, dia punya kiat bepergian dengan murah.

Saat keliling Eropa selama enam bulan pada 2006, misalnya, anak bungsu dari lima bersaudara itu hanya menghabiskan USD 1.000 atau sekitar Rp 9 juta. Tapi, jumlah itu belum termasuk biaya tiket pesawat menuju Eropa pulang-pergi serta urusan visa yang juga habis sekitar USD 1.000.

"Jadi, total USD 2.000 pulang pergi dan selamat utuh kembali ke Bandung," katanya lantas tersenyum. Uang sebesar itu berasal dari tabungan selama 18 bulan yang dikumpulkan sebelum keberangkatan dan kerja proyek membantu dosen di ITB.

Lalu bagaimana caranya bisa tinggal di Eropa dengan dana yang irit seperti itu? Internet jadi kunci. Marina menjalin jejaring pertemanan melalui www.hospitalityclub.org dan www.couchsurfing.com. Kedua situs tersebut adalah tempat yang menghubungkan sesama pelancong di seluruh dunia. Para anggotanya siap menjadi tamu sekaligus tuan rumah (host) dari rekan sesama pelancong dari mana pun.

"Istilahnya, kita hidup menumpang dengan mereka. Tapi, bukan dalam arti memanfaatkan. Kita bisa mencari teman yang senapas dengan ketertarikan kita," imbuhnya.

Untuk mengetahui sosok sang calon tuan rumah, Marina mengandalkan profil mereka dan testimoni sesama member yang juga dipajang dalam situs tersebut. "Rely on (bersandar) hanya pada hal itu. Sebelum datang juga tidak pernah menelepon. Hanya kirim email. Tapi, (setelah bertemu darat) semuanya cocok banget. Mungkin namanya juga bule," kata penyuka Bono (penulis hampir semua lagu U2) hingga sufisme Jalaluddin Rumi itu.

Meski Eropa bukan benua baru bagi Marina yang pernah ikut program homestay di Inggris saat SMP, modal keberanian juga mutlak dimiliki. Dengan segala persiapan itulah, Marina sukses menapakkan kaki di negara-negara Eropa yang masuk wilayah schengen (beranggota 15 negara) dan non-schengen. "Saya masuk ke Eropa dengan Qantas dari Singapura menuju Frankurt, Jerman," katanya.

Tidak perlu takut keliling dunia meski punya dana terbatas. Marina Silvia Kusumawardhani membuktikannya. Dia berkeliling Eropa selama enam bulan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News