Trio Kalayang

Oleh: Dahlan Iskan

Trio Kalayang
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Untung novel itu harus dikebut. Mau telat tiga jam pun saya tidak jengkel. Paling acara di Jambi yang kacau.

Berarti benar keluhan di kereta bandara Cengkareng itu. Lokasi stasiunnya seperti di luar bandara. Kelak perlu disatukan dengan cara penambahan bangunan layang si atas jalan depan terminal.

Turun di stasiun Kalayang terminal 1, kita harus keluar stasiun dulu. Panas. Lalu menyeberang jalan. Panas. Menyusuri selasar panjang di 1B. Panas.

Untung saya sudah punya boarding pass ke Jambi. Saya lihat lagi di layar: sama dengan yang di boarding pass. Saya harus masuk ruang tunggu A7.

Ternyata saya salah. Yang benar harus ke A3. Salah nomor ruang tunggu seperti itu bukan lagi keluhan. Sudah dianggap kebenaran baru. Sambil membaca novel saya perhatikan pengumuman di pengeras suara. Begitu sering ada pengumuman pindah ruang tunggu.

Layar komputer seperti dianggap lambang formalitas modernisasi bandara saja. Bukan isinya. Antara tulisan di layar, di gate, dan suara di pengumuman tidak harus sama.

Saking asyiknya novel itu telah mengganggu ritme saya. Di ruang tunggu seperti itu biasanya saya menulis naskah untuk Disway. Sampai turun di Jambi pun saya masih asyik dengan novel. Justru kian asyik. Kian ingin tahu ending-nya.

Sejenak saya melupakan tuntutan mutu pembaca Disway. Kali ini saja. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?


Berita Selanjutnya:
Kebenaran Baru

Sebenarnya asyik ngobrol dengan Pendeta Tjahjadi Nugroho ini. Sama asyiknya ngobrol dengan Panji Gumilang. Saya bisa bicara tentang apa saja di sekitar Tuhan.


Redaktur : M. Fathra Nazrul Islam
Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News