Uang Mengalir

Oleh Dahlan Iskan

Uang Mengalir
Ilustrasi: disway.id

Di situlah Misbakhun menjelaskan konsep pemikirannya untuk cetak uang. Yang kemudian menjadi sikap DPR. Sedang Prof Didik Rachbini menjelaskan bahayanya cetak uang.

Di forum KB PII itu, sikap Misbakhun jelas: BI harus cetak uang.

”Ia pintar. Ia tidak menyebut cetak uang. Ia menamakannya quantitative easing,” ujar Prof. Didik. ”Seperti di Amerika saja,” tambahnya.

Menurut Misbakhun, hasil cetak uang itu disalurkan ke bank-bank pelaksana. Dipinjamkan ke bank. Sebagai pinjaman khusus. Dengan bunga khusus --yang sangat murah. Bahkan harus 0 persen --karena BI tidak boleh berbisnis.

Lantas bank meminjamkan dana itu ke pengusaha. Dengan bunga sangat murah. Misalnya 2 persen.

Pengusaha lantas menggunakannya untuk menggerakkan perusahaan --menciptakan lapangan kerja.  Ekonomi pun bergerak.

Sampai di sini akan terjadi perdebatan yang panjang: pengusaha mana yang bisa mendapat kredit khusus dengan bunga khusus itu.

Untuk UKM? Perusahaan umum? Perusahaan besar? Atau siapa saja yang selama ini punya pinjaman ke bank yang tidak bisa membayar --karena Covid-19?

Bank Indonesia yang independen tidak bisa cetak uang begitu saja. Bagi kita, ternyata lebih enak kalau Tung Desem saja yang kembali beraksi: menyebar uang kontan dari udara.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News