Ulasan Fahri soal Perlu Tidaknya Perppu KPK

Ulasan Fahri soal Perlu Tidaknya Perppu KPK
Petugas keamanan saat bentrok dengan demo mahasiswa di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9). Foto : Ricardo

Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU. Kedua, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai.

Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU dengan prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Fahri menjelaskan, MK berpendapat bahwa pengertian kegentingan yang memaksa tidak dimaknai sebatas hanya adanya keadaan bahaya sebagaimana dimaksud oleh ketentuan pasal 12 UUD 1945, bahwa memang benar keadaan bahaya sebagaimana dimaksud dalam norma pasal 12 dapat menyebabkan proses pembentukan UU secara biasa tidak dapat dilaksanakan, namun keadaan bahaya bukanlah satu-satunya keadaan yang menyebabkan timbulnya kegentingan yang memaksa sebagaimana dimaksud oleh rezim ketentuan pasal 22 ayat (1) UUD 1945.

Dikatakan Fahri, instrumen pembentukan Perppu memang di tangan presiden dan berdasar pada penilaian subjektifnya. Namun bukan berarti hal tersebut bahwa secara absolut merupakan suatu kewenangan tanpa batasan ‘retriksi yuridis’.

Tetapi penilaian subjektif presiden sebagai ‘head of state’ mutlak didasarkan kepada keadaan objektif dengan batasan konstitusional, yaitu pada tiga syarat sebagai parameter adanya keadaan kegentingan yang memaksa sebagaimana telah ditentukan oleh putusan MK.

Artinya, Fahri menjelaskan, alasan-alasan yang menjadi pertimbangan presiden untuk mengeluarkan Perppu agar lebih didasarkan pada kondisi objektif bangsa dan negara yang tercermin dalam konsiderans menimbang dari Perppu yang bersangkutan, dan bukan berdasarkan pada pertimbangan ‘imajiner’.

Dengan demikian, kata Fahri, maka pertanyaan hipotetis yang dapat diajukan dalam konteks desakan pihak-pihak tertentu saat ini kepada presiden untuk mengeluarkan Perppu terhadap hasil revisi UU No. 30/2002 tentang KPK merupakan sebuah kebutuhan hukum yang mempunyai derajat serta sifat kemendesakan sehingga dapat dikualifisir sebagai syarat materil kegentingan yang memaksa dan apakah kondisi saat ini telah sejalan dengan jiwa Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 tanggal 8 Februari 2010 yang menegaskan tiga syarat konstitusional untuk presiden mengeluarkan Perppu.

Dia mengatakan langkah yang paling elok dan tepat adalah mengajukan upaya konstitusional dengan judicial review atas UU KPK yang baru disahkan itu ke MK.

Fahri Bachmid menjelaskan, alasan-alasan yang menjadi pertimbangan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu KPK.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News