Ultah Dewa

Oleh: Dahlan Iskan

Ultah Dewa
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Di sepanjang jalan dekat Ling Hok Bio terlihat berjajar ''paddock'' para dewa. Di ''paddock'' masing-masing terdapat tandu. Sedang dihias dengan bunga. Semua sibuk menghias tandu. Satu kelenteng, satu tandu.

Di tandu itulah, Minggu pagi ini, dewa diletakkan. Untuk dipikul, dibawa berpawai ta'aruf para dewa.

Saya sudah beberapa kali ikut arak-arakan dewa seperti itu. Di Bogor saja dua kali. Juga di Singkawang.

Yang di Semarang ini adalah untuk merayakan hari lahir salah satu dewa di kelenteng Ling Hok Bio. Di antara lebih 70 kelenteng itu saya lihat ada kelenteng Slawi (Tegal), Bandung, Tangerang, Krian, Jalan Demak Surabaya. Dan banyak lagi.

Tidak semua kelenteng kirim dewa ke acara ini. Kelenteng tua tahun 1771 tadi termasuk yang tidak ikut mengirimkan dewa. Padahal kelenteng ini punya lebih dari 40 dewa. Altarnya saja 29. Tiap dewa ditempatkan di satu altar tersendiri.

Banyaknya altar itu membuat kelenteng ini ramai. Punya banyak dewa. Dewa apa saja ada. Maka yang datang untuk minta sesuatu ke dewa tanah bisa dilayani.

Yang minta keadilan bisa datang ke dewa Hakim Bao. Lalu ada dewa Kwan Im. Bahkan di sini ada dewa Cheng Ho –rupanya Cheng Ho sudah didewakan. Masih ada lagi Buddha. Dewa laut. Dewa penolakan bencana. Dewa kepintaran. Dan banyak lagi.

Salah satu patung di kelenteng itu adalah patung suhu sedang memancing. "Beliau memancing tanpa kail. Beliau menunggu sampai ada ikan yang dengan sukarela datang memakan benang pancing itu," ujar penjaga kelenteng di situ.

Ke depan kelihatannya akan kian banyak pawai dewa seperti di Semarang hari ini. Kediri segera mengadakan. Lasem. Slawi. Ulang tahun dewa semakin meriah saja.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News