Utang Luar Negeri Makin Besar, DPR Minta Pemerintah Hati-hati

Utang Luar Negeri Makin Besar, DPR Minta Pemerintah Hati-hati
Utang luar negeri membengkak. Foto : Ricardo/jpnn

“Hal ini tentu merugikan, karena utang yang sudah ditarik pemerintah, gagal dimanfaatkan untuk penyelamatan ekonomi nasional,” imbuhnya.

Anis juga menyoroti primary balance Indonesia yang dalam beberapa tahun ini selalu tercatat negatif. Ketika primary balance negatif artinya Pemerintah sedang menjalankan kebijakan gali lubang tutup lubang.

"Pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar utang yang lama. Hal ini tentu bukan pertanda baik untuk keberlangsungan fiskal Indonesia,” tegas Anis.

Di tengah pandemi, primary balance Indonesia semakin memburuk. Pada 2020 diperkirakan mencapai -4,3 persen dan pada 2021 mencapai -3,59 persen.

“Pemerintah harus mewaspadai lampu kuning dari semakin besarnya negatif primary balance ini, agar fiskal Indonesia lebih sustain untuk tahun-tahun mendatang,” ungkap Anis.

Anis memaparkan, pada masa pra-pandemi, debt to GDP ratio Indonesia terus meningkat, dari awalnya 24 persen pada 2014 menjadi 30,2 persen  di 2019.

Meningkatnya debt to GDP ratio menunjukkan bahwa selama periode tersebut penambahan utang lebih tinggi dibandingkan penambahan PDB. Artinya, utang Pemerintah selama ini belum cukup produktif untuk mendorong PDB nasional.

“Hal ini tentu perlu menjadi catatan penting. Meningkatnya debt to GDP ratio yang mencapai 37 persen di 2020 dan diperkirakan menjadi 41 persen pada 2021, merupakan sinyal kurang bagus. Ini berarti pemerintah akan kesulitan mengendalikan laju utang di masa yang akan datang,”pungkasnya.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam melaksanakan kebijakan defisit anggaran.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News