Utang Pemerintah Menumpuk, MUI Khawatir Indonesia Tidak Ada Nilainya Bagi Dunia

Utang Pemerintah Menumpuk, MUI Khawatir Indonesia Tidak Ada Nilainya Bagi Dunia
MUI menyoroti pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut kekhawatiran atas pertumbuhan utang pemerintah. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut kekhawatiran atas pertumbuhan utang pemerintah yang terus naik saat pandemi Covid-19 berlangsung.

Menurutnya, kekhawatiran BPK terhadap membengkaknya utang pemerintah saat ini tentu didasari kepada data dan perhitungan serta alasan-alasan yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Oleh karena itu masalah ini tentu tidak boleh kita anggap enteng, tetapi harus menjadi concern atau perhatian," kata Anwar dalam siaran pers, Kamis (24/6).

Anwar menilai utang yang diambil pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin tentu akan berdampak besar pada negara ini ke depannya.

Dia lalu mengulas mengenai lima dampak yang diterima negara terhadap utang yang membengkak.

"Pertama negara kita tidak lagi dipercaya oleh negara-negara lain di dunia terutama oleh negara-negara maju," kata dia.

Kedua, lanjut Ketua PP Muhammadiyah itu, para investor tentu tidak mau datang untuk berinvestasi.

Sebab, Indonesia menurut mereka sudah tidak lagi baik dan aman untuk berinvestasi.

"Dan kalau itu yang terjadi maka tentu dampak turunannya terhadap  pengangguran dan pendapatan serta kemiskinan tentu tidak dapat dihindari," kata dia.

Ketiga, tambah Anwar, dalam pergaulan internasional, Indonesia tentu akan sangat malu sekali dengan negara-negara lain.

Dengan begitu, pernyataan dan sikap Indonesia terhadap suatu masalah tidak lagi didengar oleh global.

Keempat, lanjut anwar, lebih parah lagi keadaan ini tentu akan bisa membuat kedaulatan ekonomi dan politik menjadi terusik dan tersandera serta bermasalah.

"Kita kehilangan kebebasan dan kemerdekaan kita untuk mengatur bangsa dan negara kita sendiri," jelas dia.

Oleh karena itu, kata Anwar, berbagai pihak, baik pemerintah, ekonomi, dan pemangku kebijakan duduk bersama dengan kepala dingin.

Dia mengharapkan Indonesia sebagai bangsa dapat mencari serta menemukan solusi yang baik dan tepat.

"Agar negeri yang sama-sama kita cintai ini tetap dapat survive dan tumbuh serta  berkembang dengan baik sesuai dengan yang kita harapkan," kata dia.

Seperti diketahui, Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020 meminta pemerintah tak sembarangan mengajukan utang.

"Tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga melampaui PDB dan Penerimaan Negara, sehingga memunculkan kekhawatiran terhadap kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang," ujar Agung dalam rapat Paripurna DPR RI Ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Selasa (22/6).

Lebih lanjut, Agung mengakui pandemi Covid-19 meningkatkan defisit, utang dan SILPA. Sehingga, kata dia, berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal.

Oleh karena itu, pemerintah harus tetap waspada meski rasio defisit utang terhadap PDB masih di bawah ketetapan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara.

"Di samping itu, 2023 besaran rasio defisit PDB dibatasi paling tinggi tiga persen," beber Agung.

Kemudian, lanjut Agung, rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan sebesar 19,06 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 4,6-6,8 persen dan rekomendasi IMF sebesar 7 - 10 persen.

"Rasio utang terhadap penerimaan sebesar 369 persen melampaui rekomendasi IDR sebesar 92-167 persen dan rekomendasi IMF sebesar 90-150 persen," katanya.

Agung menambahkan indikator kesinambungan fiskal 2020 sebesar 4,27 persen melampaui batas yang direkomendasikan The International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411.

"Di mana Debt Indicators yaitu di bawah nol persen," tegas Agung. (tan/jpnn)

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas menyoroti pernyataan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebut kekhawatiran atas pertumbuhan utang pemerintah.


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News