Visa Australia Bagi Pekerja Pertanian Asal ASEAN Dapat Berujung Eksplotasi Massal

"Meningkatkan upah dan menindak pelecehan harus jadi prioritas," ujarnya.
Visa pertanian sudah lama ditunggu
Menurut Richard Shannon dari kelompok advokasi petani Growcom, kebijakan Pemerintah Australia membuat visa khusus pekerja pertanian sudah lama ditunggu pelaku industri ini.
"Saat ini kita berada dalam situasi krisis di mana terjadi kekurangan pekerja musiman. Sebelum COVID, sekitar 75 persen pekerja sektor pertanian adalah backpacker," jelasnya.
Mayoritas pekerja ini, menurut Richard, sudah kembali ke negaranya masing-masing akibat pandemi.
"Sebelumnya kita biasanya memiliki sekitar 150 ribu backpacker yang bekerja di berbagai wilayah negara. Sekarang tinggal sekitar 40 ribu," katanya.
Garry Gaeta, seorang petani buah cherry di daerah Orange, New South Wales, mengaku kesulitan mendapatkan pekerja jangka panjang di perkebunannya saat ini.
"Kami mengalami masa terburuk dalam 12 bulan terakhir, karena tidak cukup pekerja yang akan memetik hasil panen," jelasnya.
Namun bagi seorang pekerja asing seperti Green, kembali ke sektor pertanian bukan lagi menjadi pilihan.
Skema visa baru Australia yang dikhususkan bagi pekerja di sektor pertanian dari negara ASEAN, seperti Indonesia, dikhawatirkan akan mengarah ke eksploitasi massal
- Ibas Ajak ASEAN Bersatu untuk Menghadapi Tantangan Besar Masa Depan Dunia
- Kuliah Umum di Universiti Malaya, Ibas Bahas Geopolitik, Geoekonomi dan Kekuatan ASEAN
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Dunia Hari Ini: Pakistan Tuding India Rencanakan Serangan Militer ke Negaranya
- Dunia Hari Ini: PM Terpilih Kanada Minta Waspadai Ancaman AS
- Dunia Hari Ini: Sebuah Mobil Tabrak Festival di Kanada, 11 Orang Tewas