Warga Desa Ini 2 Persen Tunarungu-Wicara tapi Bebas Bercerita Apa Saja

Warga Desa Ini 2 Persen Tunarungu-Wicara tapi Bebas Bercerita Apa Saja
Ketut Kanta (kiri) bercerita di hadapan warga kolok di tempat berkumpul, Kawasan ekonomi Masyarakat Kolok Bengkala, Minggu (16/7). FOTO: BAYU PUTRA/JAWA POS

Bengkala terbilang desa tua. Berdasar prasasti yang dikeluarkan raja Kerajaan Bali Dwipamandala, Sri Maharaja Haji Jayapangus, desa tersebut ada sejak 1103 Saka atau 1181 Masehi.

Lokasinya di perbukitan, yang juga menjadi akses ke Gunung Batur. Sebagian akses menuju Bengkala sudah beraspal, terutama di jalan utama. Selebihnya, jalan di desa itu masih berupa tanah berbatu dengan lebar rata-rata 1,5–2,5 meter.

Kanta bercerita, sebelum 1980-an, ada lebih banyak kolok di Bengkala. Hampir dua kali lipat dari jumlah yang sekarang.

Seiring berjalannya waktu, jumlahnya menyusut. Namun, masih saja ada anak yang terlahir dengan kondisi kolok.

Sampai sekarang, tutur Kanta, para peneliti dari berbagai negara yang pernah melakukan riset di sana masih mencari jawaban atas fenomena tersebut.

Hanya, sejumlah periset dari Michigan University, Amerika Serikat, menyarankan warga Bengkala menikah dengan warga desa lain.

Tidak dengan sesama penduduk Bengkala. Secara kasatmata, menurut Kanta, anak-anak yang terlahir kolok memang banyak dari pernikahan sesama warga Bengkala.

Sundani Nurono, salah seorang peneliti, juga mengaku sampai sekarang belum menemukan jawaban pasti atas banyaknya kolok di Bengkala. Tapi, diduga kuat karena faktor genetika.

Hampir semua penduduk bisa memahami bahasa isyarat yang dikembangkan sendiri oleh warga tunarungu-wicara di Bengkala Kecamatan Kubutambahan, Buleleng,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News