Waspadai Perang Siber AS versus Iran

jpnn.com, JAKARTA - Praktisi keamanan siber Pratama Persadha mengatakan, saat ini sedang terjadi cyber warfare antara Amerika Serikat (AS) dan Iran, yang kemungkinan besar diikuti oleh negara-negara lain maupun kelompok-kelompok tertentu.
Ia mencontohkan, negara bagian Texas dilaporkan menerima serangan siber lebih dari 10 ribu kali sejak 6 Januari 2020. Website Program Penyimpan Federal (The Federal Depository Library Program) diserang dengan mengubah tampilan situs menjadi ada bendera Iran, foto Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei dan gambar wajah Presiden AS Donald Trump dengan mulut berdarah karena ditinju oleh Pengawal Revolusi Iran.
“Dalam sejarah pertikaian Iran, AS dan Israel memang selalu melibatkan saling retas, saling serang sistem. Yang paling terkenal adalah serangan stuxnet dari Israel yang menargetkan sistem nuklir Iran,” kata Pratama, Jumat (10/1).
Chairman lembaga riset siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC) ini menambahkan, secara umum serangan dilakukan dengan cara melakukan deface ke website yang dimiliki pemerintah, agar masyarakat dunia melihat.
“Artinya ancaman serangan siber tidak hanya harus diwaspadai oleh instansi negara, namun juga perusahaan besar, bahkan akun media sosial para tokoh,” ungkapnya.
Menurut Pratama, di saat yang sama perang dipastikan juga terjadi di media sosial. Ia berpendapat untuk wilayah ini, jelas AS diuntungkan karena platform Facebook, instagram, Twitter dan Youtube semuanya dibawah regulasi perundang-undangan yang berlaku di negeri Paman Sam itu.
Menurut dia, Foregn Surveillance Act mewajibkan raksasa teknologi di AS untuk memberikan backdoor dan privillage untuk lembaga pemerintah seperti FBI, NSA, CIA, DEA, kepolisian dan militer. “Artinya konten yang membantu propaganda Iran akan sangat mudah dihapus dan akun-akun mudah di-suspend,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa Indonesia pasti terdampak, baik itu secara ekonomi maupun hubungan diplomatik. Ia menambahkan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah meminta semua pihak menahan diri dan PBB segera turun tangan menengahi. Namun tidak bisa dipungkiri pastinya ada pihak di tanah air yang ikut terbawa panasnya suasana.
Saat ini sedang terjadi cyber warfare antara AS dan Iran, yang kemungkinan besar diikuti oleh negara-negara lain maupun kelompok tertentu.
- Yakinlah, Ada Peluang untuk Indonesia di Balik Kebijakan Tarif Donald Trump
- Dunia Hari Ini: Amerika Serikat Sepakat untuk Membangun Kembali Ukraina
- Respons Kritik AS soal QRIS, Waka MPR Eddy Soeparno: Terbukti Membantu Pelaku UMKM
- 'Indonesia First’ demi RI yang Berdikari di Tengah Gejolak Dunia
- Gubernur Lemhannas Sebut Kebijakan Tarif Resiprokal Trump Momentum Perkuat Ketahanan Ekonomi
- Ledakan di Pelabuhan Iran, 8 Korban Tewas, 750 Terluka