Woow, Dosen UNS Sukses Kembangkan Rumput Lokal Berstandar FIFA

Lima Spesies Grade A, tapi Belum Punya Nama

Woow, Dosen UNS Sukses Kembangkan Rumput Lokal Berstandar FIFA
PROFESI LANGKA: Rahayu mengamati rumput-rumput kembangan hasil penelitiannya di Lembaga Pengembangan Pendidikan UNS Surakarta. Narendra Prasetya/Jawa Pos/JPNN.com

Rahayu menuturkan, rumput yang dikembangkannya tersebut mirip rumput jenis zoysia japonica. Rumput-rumput itu ditemukannya di beberapa kawasan di Jateng-DIJ dan sebagian Jatim serta Bali. Itu terjadi setelah dirinya meneliti rumput secara khusus sejak 2011.

Doktor di Jurusan Manajemen Rumput Dankook University, Cheonan City, Korea Selatan, itu melakukan penelitian bersama beberapa mahasiswanya di UNS. ’’Rata-rata saya temukan di sekitar Gunung Merapi, Merbabu, dan Sindoro. Karena itu, banyak yang menyebut rumput ini sebagai rumput Merapi,’’ ungkap pria 39 tahun tersebut.

Untuk penelitian itu, Rahayu mengambil sampel rumput zoysia dari masing-masing objek penelitian. Dari rumput tersebut, dia lalu mengambil plasma nutfah-nya dan dicek dengan ember berdiameter 80 sentimeter. Dari situ, bisa dilihat bagaimana level kualitas rumput itu, baik secara visual maupun fungsional.

Untuk visual, Rahayu mengamati warnanya. Semakin hijau semakin bagus. Kerapatannya juga dibandingkan. Yang ideal memiliki kerapatan sekitar 0,5 sentimeter. Daun lebar dan warna yang kontras antara muka dan belakang juga jadi nilai plus. Sementara itu, untuk fungsional, bisa dilihat dari kecepatannya tumbuh, kedalaman akarnya, hingga ketahanannya dari cuaca kering. Semua itu diuji dengan metode NTEP (National Turfgrass Evaluation Program).

Rahayu menjelaskan, rumput lapangan sepak bola mempunyai skala 1-9 untuk grade. Jenis rumput yang sudah banyak dikomersialkan di pasaran rata-rata punya grade 8,5 ke atas. ’’Kalau rumput yang saya kembangkan ini, grade-nya 7,5 hingga 8. Sedangkan rumput impor yang ditanam di Indonesia, grade-nya biasanya turun ke level 8. Perbedaan iklim antara tempat ditemukannya rumput dan tempat barunya sering menjadi penyebab,’’ bebernya.

Stadion-stadion di Indonesia rata-rata menggunakan rumput jenis zoysia matrella (Linn) merr dan bermuda (cynodon dactilon). Contohnya, Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, Jakarta; Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring (GSJ), Palembang; hingga Stadion Maguwoharjo Sleman, Jogjakarta.

Jika zoysia matrella masuk kelas 1, kelas 2-nya adalah rumput bermuda. Beberapa stadion yang memakai rumput bermuda adalah Stadion Patriot, Bekasi, dan Stadion Manahan, Solo. ’’Sekitar 30 persen rumput di Stadion Manahan berjenis zoysia dari Merapi. Selebihnya campuran matrella dan bermuda,’’ ungkap bapak empat anak itu.

Kelebihan rumput zoysia Merapi, kata Rahayu, adalah lebih sesuai dengan iklim Indonesia sehingga lebih tahan terhadap kondisi basah maupun kering cuaca. Juga, bisa menghemat pupuk dan air. Akarnya lebih kuat daripada rumput impor. ’’Yang tak kalah penting, pembibitannya mudah,’’ tuturnya.

Di balik buruknya kualitas kompetisi sepak bola nasional, Indonesia punya ahli rumput untuk stadion berstandar FIFA. Sayangnya, belum banyak daerah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News