Pembacaan Putusan Atut, Seorang Hakim Beda Pendapat

Pembacaan Putusan Atut, Seorang Hakim Beda Pendapat
Terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa pilkada Kabupaten Lebak di Mahkamah Konstitusi, Gubernur Non-aktif Banten Ratu Atut Chosiyah menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta, Senin (1/9). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam membuat putusan vonis terhadap Gubernur Banten nonaktif Ratu Atut Chosiyah. Satu hakim yang berbeda pendapat adalah hakim anggota empat Alexander Marwata.

Menurut Alexander sesuai dengan pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-Undang (UU) nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, perbuatan Atut tidak mencerminkan bahwa dirinya memiliki niat untuk bekerjasama dengan Tubagus Chaeri Wardana dalam memberi suap pada Akil Mochtar. Uang itu untuk suap sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Lebak, Banten.

"Yang jadi persoalan apakah terdakwa punya niat bekerjasama dengan Wawan (Tubagusu Chaeri Wardana) untuk berikan uang kepada Akil. Apakah pemberian 1 miliar kepada Akil akan tetap terlaksana meski tidak ada persetujuan terdakwa," ujar Alexander saat membacakan pertimbangannya dalam sidang Atut di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin,  (1/9).

Menurut Alexander, pertemuan Atut dan Akil di Singapura yang tak sengaja terjadi tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan mendukung dugaan perbuatan korupsi. Terdakwa, kata Alexander juga tidak pernah memberi instruksi untuk melakukan penyuapan tersebut.
 
Alexander menyatakan pertemuan Akil dengan Wawan adik Atut karena mantan Ketua MK yang mengundang. Namun, Wawan tidak merespon permintaan Akil di pertemuan itu. Terdakwa dianggap tak tahu menahu beberapa pertemuan itu.

"Terdakwa tidak pernah diminta persetujuan baik lisan maupun tulisan untuk mengajukan keberatan ke MK," imbuh Alexander.

Alexander juga menjelaskan dalam pertimbangannya bahwa tidak ada alat bukti yang menegaskan bhwa Atut mengetahui adanya permintaan uang Rp1 miliar dari Akil. Jaksa Penuntut Umum KPK dianggapnya hanya berasumsi dalam dakwaan.

"Alat bukti rekaman antara terdakwa dan Wawan sudah direkayasa. Bukti yang sudah direkaya sudah tidak bisa digunakan sebagai alat bukti," lanjutnya.

Atas berbagai pertimbangan itu Alexander meminta Atut diputus bebas dalam perkara suap tersebut.

JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam membuat putusan vonis terhadap Gubernur Banten

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News