Kegigihan Edi Priyanto, Demi Cita-Cita Setiap Hari Tempuh 12 Km dengan Kursi Roda

Selalu Bangun Jam 3 Pagi, Sampai Sekolah Paling Awal

Kegigihan Edi Priyanto, Demi Cita-Cita Setiap Hari Tempuh 12 Km dengan Kursi Roda
TETAP SEMANGAT: Edi Priyanto, setiap hari menempuh 12 Km PP dengan kursi roda dari rumah ke sekolahnya di SMPN 2 Sewon. Ia ingin bersekolah setidaknya sampai SMA. Foto: Heri Susanto/radar Jogja/JPNN

jpnn.com - Keterbatasan fisik bukanlah menjadi penghalang meraih cita-cita. Jika punya semangat, pasti ada jalan untuk menggapai harapan itu. Inilah prinsip seorang bocah difabel, Edi Priyanto, yang gigih demi bisa bersekolah.

HERI SUSANTO, Bantul

JARUM jam baru menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Belum begitu banyak orang yang bangun dari istirahat malamnya. Apalagi untuk anak yang berusia belasan tahun, biasanya selimut lengkap dengan bantal dan guling masih melekat di tubuh.

Tapi, itu tak berlaku bagi Edi Priyanto, pelajar difabel yang mengandalkan kursi roda sebagai penopang aktivitasnya. Saat ayam jago mengawali kokok pertama, Edy sudah memulai aktivitasnya. Ia memulai hari dengan membasuh muka dengan dinginnya air.

Ia lantas mengambil alat wudhu  untuk menunaikan ibadah sunah. Ini ia lakukan sudah sejak SD, dengan dibantu sang ibu yang selalu membangunkan anak semata wayangnya itu  untuk berdoa kepada Sang Khalik.

“Dulu sering dibangunkan. Sekarang sudah bangun sendiri,” jelas Edi, kala ditemui di ruang kelasnya, SMPN 2 Sewon, usai mengikuti les, akhir pekan lalu.

Selesai menjalani ritual sehari-hari itu, Edi kemudian mempersiapkan buku pelajarannya. Lulusan SD N Wijirejo dengan nilai ujian nasional (Unas) rata-rata tujuh itu kemudian belajar. Jika ada pekerjaan rumah, ia kerjakan. ”Kalau tidak ya mengulangi pelajaran yang sudah diajarkan,” tuturnya polos

Setelah persiapan ia rasa sudah cukup, Edi melanjutkan aktivitas awal itu dengan mandi dengan suhu air yang tentu saja masih cukup dingin. Tapi, bagi Edi air dingin malah menjadikannya bersemangat segera menempuh perjalanan sekitar enam kilometer ke sekolah. “Salat subuh, sarapan, baru jam lima berangkat ke sekolah,” tutur anak yatim sejak kecil ini.

Keterbatasan fisik bukanlah menjadi penghalang meraih cita-cita. Jika punya semangat, pasti ada jalan untuk menggapai harapan itu. Inilah prinsip

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News