PDIP: Perpanjangan Kontrak JICT Langgar UU dan Bikin Negara Rugi Rp30 Triliun

PDIP: Perpanjangan Kontrak JICT Langgar UU dan Bikin Negara Rugi Rp30 Triliun
Anggota Pansus Pelindo II DPR dari Fraksi PDIP Sukur Nababan dan Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Aria Bima. FOTO: Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA – Proses perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) yang dilakukan Direksi PT Pelindo II diduga kuat telah melanggar beberapa UU. Diantaranya UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, UU Keuangan Negara, dan UU Perbendaharaan Negara. selain melanggar UU, perpanjangan kontrak JICT juga berpotensi menimbulkan kerugian negara mencapai Rp30 triliun.

Hal itu disampaikan Anggota Pansus Pelindo II DPR dari Fraksi PDIP Sukur Nababan dan Anggota Fraksi PDIP DPR RI, Aria Bima, akhir pekan lalu, di Jakarta.

“Pansus Pelindo II DPR akan fokus mengungkap pelanggaran UU dalam proses perpanjangan dan dampak kerugian negara,” tegas Sukur Nababan.

Sukur menjelaskan, perpanjangan kontrak JICT yang diberikan Pelindo II kepada HPH (Hutchison Port Holdings), merupakan skandal besar dalam sejarah Indonesia.

“Ini jelas perampokan. Ini skandal yang lebih dahsyat dari Century,” tegas Sukur.

Sukur mengungkapkan adanya sejumlah keganjilan dari proses perpanjangan kontrak. Pada kontrak I, Pelindo II menetapkan HPH, perusahaan milik Taipan Hong Kong, Li Ka-shing itu, menjadi operator JICT periode 1999-2019.

Dalam kontrak pertama, Pelindo II berhak atas royalti sebesar 15 persen dari pendapatan. Sementara, HPH berhak atas technical knowhow sebesar 14,08 persen dikalikan laba setelah dikurangi pajak (laba bersih).

“Saat kontrak pertama, komposisi sahamnya, Pelindo II 48,9 persen, HPH 51 persen dan kopegmar (koperasi pegawai maritim) 0,1 persen," kata Sukur.

JAKARTA – Proses perpanjangan kontrak Jakarta International Container Terminal (JICT) yang dilakukan Direksi PT Pelindo II diduga kuat telah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News