Tolak Sanksi Kebiri, LPA Indonesia: Hukum Mati Pemerkosa

Tolak Sanksi Kebiri, LPA Indonesia: Hukum Mati Pemerkosa
ILUSTRASI. FOTO: Pixabay.com

jpnn.com - JAKARTA - Kasus pemerkosaan yang terus berulang dinilai karena penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Selain itu, wacana hukuman kebiri yang dihembuskan pemerintah ternyata tidak efektif.

"Kami menilai hukuman kebiri itu tidak efektif karena predator anak tetap ada," kata Ketua Bidang Pemenuhan Hak Anak Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia Reza Indragiri Amriel‎ kepada JPNN, Selasa (28/6).

‎Terkait kasus bocah SD di Jombang yang diperkosa lima orang dan hingga kini pelakunya masih buron, menurut Reza, pelaku kejahatan seksual memang sulit diungkap. Apalagi ketika korbannya masih kecil. Daya nalar terbatas, kemampuan verbal pun demikian. Pelaku terlanjur kabur dan barang bukti terhapus atau hilang.

"‎Kebiri hukuman yang tidak efektif. Karena itulah LPA Indonesia menolak kebiri dan mendorong hukuman mati bagi pelaku dewasa, itu hukuman paling pas," tegasnya.

Meski masih duduk di bangku SD dan berusia 13 tahun, Harum (nama samaran) harus menanggung hidup yang berat sebelum waktunya. Di usia yang belia dia sudah bersiap menjadi seorang ibu. Harum adalah korban pemerkosaan lima pemuda hingga akhirnya hamil.
Myn, ayah korban, mengaku kaget saat kali pertama mengetahui janin yang dikandung putrinya tersebut. Meski geram, Myn berusaha mengontrol emosi.

Dia berharap bisa mengorek keterangan dari sang anak tentang kehamilan itu.

Setelah dicecar sejumlah pertanyaan, Harum akhirnya mengaku dirinya telah dipaksa untuk berhubungan badan dengan beberapa pemuda yang tinggal di lingkungannya sendiri.

Karena tak terima dengan yang dialami anaknya itu, pria yang setiap hari bekerja serabutan tersebut lantas melapor kepada petugas kepolisian.

JAKARTA - Kasus pemerkosaan yang terus berulang dinilai karena penegakan hukum di Indonesia masih lemah. Selain itu, wacana hukuman kebiri yang dihembuskan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News