Kok Bisa Kasus Pidana Besar Hanya jadi Penggelapan Pajak Biasa?
jpnn.com - JAKARTA - Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mempertanyakan lambannya penanganan kasus pajak Asian Agri Group.
Kasus ini menjadi indikasi hukum masih cenderung tajam dan runcing ke bawah dan tumpul ke atas.
Uchok mengatakan, 18 Desember 2012, Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui Putusan Nomor 2239 K/PID.SUS/2012 menghukum Suwir Laut, selaku Tax Manager Asian Agri Group, dengan hukuman pidana dua tahun penjara dengan percobaan tiga tahun dan mengharuskan korporasi AAG membayar denda Rp2,52 triliun.
Pada Februari 2014 Asian Agri Group akhirnya menyanggupi untuk membayar denda pajak senilai Rp2,5 triliun tapi dilakukan secara mencicil.
Dimulai cicilan pertama dibayarkan sebesar Rp200 miliar pada Senin 3 Maret 2014 dan harus lunas pada Oktober 2014.
Sementara, kata Uchok, delapan tersangka lain yakni Semion Tarigan, Eddy Lukas, Linda Rahardja, Andrian, Willihar Tamba, Laksamana Adhyaksa, Tio Bio Kok, dan Lee Boo Heng status perkaranya sempat menggantung.
''Nah, kini menjadi janggal. Satu tersangka menjadi tumbal dan 8 tersangka sisanya dapat "bonus" bahwa kasusnya dibawa ke pidana umum, apalagi dinyatakan tidak ada pidananya,'' tegas Uchok di Jakarta, Selasa (6/12).
Uchok menduga kasus itu sudah dikembalikan ke Ditjen Pajak dan dinyatakan bukan lagi jadi kasus pidana.
Melainkan sudah menjadi kasus utang piutang pajak karena mereka menyanggupi untuk membayar denda pajak.
JAKARTA - Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mempertanyakan lambannya penanganan kasus pajak Asian Agri Group. Kasus ini
- Turut Sukseskan Angkutan Lebaran, DLU Terima Penghargaan dari Kemenhub
- Fokus Bina UMKM, PNM Hadir di 57th APEC SMEWG
- Triwulan I 2024, Bank Raya Salurkan Kredit Digital Capai Rp 4 Triliun
- Kolaborasi JFX dan DCFX dalam Literasi Investasi di Pasar Emas dan Olein
- Sukses Tekan Emisi 25,4 Ribu Ton Setara CO2, Ini yang Dilakukan PIS
- Bank Raya Bukukan Pertumbuhan Laba Double Digit di Triwulan I/2024