17 Kali Gelar Perkara, Bukukan True Story Gerakan Sergap Buronan

17 Kali Gelar Perkara, Bukukan True Story Gerakan Sergap Buronan
Dua Plt Wakil Ketua KPK Mas Achmad Santosa (kiri) dan Waluyo di ruang VIP Balai Kartini, Jakarta, kemarin (2/12). (foto: soetomo samsu/JPNN)
Ota mengaku, pengalaman dua bulan di KPK cukup penting, sebagai pasokan bekal dirinya kembali aktif ke wadah kiprahnya yang lama yakni di UNDP. "Karena organisasi internasional itu memberikan bantuan ke pemerintah Indonesia dalam mengembangkan dan memberdayakan institusi penegak hukum. Jadi pengalaman saya di KPK simultan dengan kiprah saya itu," ucapnya.

Kesan Ota selama dua bulan di KPK, hampir sama dengan yang dirasakan Waluyo. Wakil Ketua KPK bidang pengawasan internal itu mengaku," Energi kita banyak terbuang karena masalah itu (kasus kriminalisasi Chandra-Bibit, red)." Saat ditanya apa yang sudah dilakukan selama dua bulan menjadi pimpinan KPK, pria kelahiran Klaten 16 Desember 1956 itu memberikan jawaban dengan perumpamaan.

Dikatakan, ibarat menanam tumbuhan, masa dua bulan itu terlalu singkat. "Kalau menaman di hari pertama, maka di hari ke-60 pasti belum bisa panen," ucapnya. Terlebih lagi, gerakan KPK untuk mengungkap kasus itu memakan waktu lama karena prinsip kehati-hatian. Jika sebuah kasus sudah masuk penyidikan, maka itu pasti sudah ditemukan indikasi-indikasi korupsi. Pendamping hidup Henny Listyorini itu paham betul mengenai konsep pencegahan korupsi. Maklum, dia mantan Deputy Pencegahan KPK.

Katanya, korupsi terjadi karena ada niat dan kesempatan. Dan seseorang yang punya jabatan, punya peluang untuk menyalahgunakan kewenangannya. "Maka sistem harus dibenahi agar kesempatan berkurang," katanya. Dalam proses pengadaan barang dan jasa misalnya, perlu segera diterapkan sistem e-procurement. Yang pasti, lanjutnya, upaya pemberantasan korupsi itu perlu proses panjang, bukan hanya dengan penindakan. "Karena ini menyangkut pola pikir, pola tindak, dan sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi itu sendiri. Jika masyarakat toleran terhadap koruptor, maka korupsi sulit diberantas."

BIBIT Samad Rianto dan Chandra M Hamzah akan balik ke markasnya untuk kembali aktif sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah kasus

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News