5 Masalah Pertanian dan Solusinya versi HKTI

5 Masalah Pertanian dan Solusinya versi HKTI
Petani di sawah. Ilustrasi Foto: JPG/dok.JPNN.com

Petani masih suka menggunakan cara lama meski sudah jelas hasilnya rata-rata hanya 4-5 ton per hektare.

"Banyak yang merasa jagoan karena selama ini hidupnya di pertanian. Pendampingan oleh anak muda sering diremehkan. Saya sering tanyakan ke petani, "kamu merasa jago bertani tapi kenapa enggak kaya juga?" Karena dia tidak mau berubah," kata pria yang juga menjabat Kepala Staf Presiden (KSP) ini.

Moeldoko menambahkan, yang paling banyak dialami petani adalah persoalan manajerial dan pascapanen.

Kebanyakan petani hingga saat ini tidak terbiasa untuk me-manage. Berikutnya persoalan harga yang selalu dihadapi petani dari waktu ke waktu.

"HPP enggak tau, tenaga enggak dihitung. Kalau dia bertani jagung, kedelai, apalagi padi. Padi itu enam jam setelah panen harus dikeringkan, kalau tidak akan rusak. Ada kira-kira sepuluh persen yang lolos saat panen dengan cara tradisional. Dengan teknologi mekanisasi, lost-nya berkurang menjadi tiga persen," papar Moeldoko.

Persoalan-persoalan itulah yang membuat pria kelahiran Kediri, Jawa Timur ini memutuskan terjun ke pertanian untuk turut mencari solusinya.

Sejak menjabat Ketum HKTI, Moeldoko kerap bekerja sama dengan para peneliti.

"Setelah pensiun, saya ingin berbuat sesuatu. Pertama ingin mengubah mindset. Bagaimana mengajak petani berpikir progresif, bukan tradisional. Bukan yang pasrah dan berpikir ingin kaya saja tidak berani. Kedua, mengubah metode petanian. Metode yang saya jalankan dengan tagline mudah, murah, melimpah. Mudah know how-nya, murah modal kerjanya, dan melimpah hasilnya," terang Moeldoko.

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko menilai setidaknya ada lima persoalan petani dan pertanian

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News