737 MAX 8

Oleh Dahlan Iskan

 737 MAX 8
Dahlan Iskan. Ilustrasi: Jawa Pos

Kecelakaan Ethiopia itu meluas ke masalah otoritas dunia. Keputusan Tiongkok itu dianggap sama dengan pembangkangan.

Kini Tiongkok seperti mengatakan "FAA kini bukanlah satu-satunya otoritas dunia untuk bidang penerbangan".

CAAC terus mempersoalkan: mengapa sampai sekarang Boeing belum memberikan keterangan detail. Khususnya mengenai software kepilotan di pesawat tersebut.

Namun FAA tetap teguh: tidak ada dasar untuk meminta pesawat jenis itu tidak boleh terbang. Ini berarti 'fatwa' FAA itu tidak didengar lagi. Setidaknya oleh 45 negara.

Tinggal enam negara yang masih mengizinkan terbang: Amerika, Kanada, Thailand, Panama, Mauritania.

Beberapa tokoh politik Amerika lantas angkat bicara. Tidak setuju dengan FAA. Mereka menyerukan agar pesawat sejenis jangan diterbangkan dulu.

Bahkan Presiden Donald Trump membuat unggahan di Twitter: sekarang ini teknologi pesawat sudah berkembang terlalu jauh dan terlalu kompleks untuk menerbangkannya. "Sekarang ini pilot sudah tidak diperlukan. Sudah diganti komputer dari MIT," tulisnya.

Sampai kemarin belum ada respons memadai dari Boeing, tetapi bukan berarti tidak ada perhatian. Boeing pernah mengumumkan akan memperbaharui software di pesawat tersebut. Yang rencananya akan diluncurkan April bulan depan.

Persaingan pesawat adalah persaingan bahan bakar. Lion Air tahu perhitungan seperti itu. Merpati pernah mengalami kekalahan efisien ini.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News