907 Kasus Difteri, 44 Meninggal Dunia

907 Kasus Difteri, 44 Meninggal Dunia
Imunisasi. Ilustrasi Foto: Jawa Pos Group/dok.JPNN.com

Lebih lanjut Oscar mengatakan jika salah satu faktor yang membuat penanggulangan KLB menjadi lebih sulit adalah adanya orang sehat yang tidak menunjukkan gejala difteri.

Namun orang tersebut bisa menularkannya pada orang lain atau sebagai carrier. ”Oleh karenanya, menerapkan perilaku bersih dan sehat menjadi penting dalam setiap kesempatan,” jelasnya.

Oscar juga mengingatkan jika masyarakat diharapakan selalu ingat menerapkan etiket batuk dengan menggunakan masker atau menutup mulut.

Sebab penyakit difteri ditularkan melalui percikan ludah (droplet infection) penderita kepada orang lain yang berada dekat dengannya.

Menurutnya, imunisasi menjadi salah satu solusi untuk mengatasi meluasnya difteri. ”Program imunisasi yang telah rutin dilaksanakan secara berkesinambungan sejak 50 tahun yang lalu harus menjadi perhatian dan diikuti oleh masyarakat, karena melalui upaya pencegahan ini akan dapat mengurangi risiko kesakitan dan terjadinya KLB,” terangnya.

Penanggulangan KLB Difteri dilakukan dengan mengadakan ORI atau Outbreak Response Immunization, yaitu mengimunisasi penduduk yang tinggal di sekitar penderita.

Mulai dari yang tinggal serumah, tetangga, dan mereka yg pernah menengok penderita. ”Dengan ORI, KLB Difteri secara berangsur-angsur akan dapat diatasi,” ungkap Oscar.

Saat ini ORI dibatasi sasarannya pada usia 1 tahun sampai kurang dari 19 tahun. Mengingat hal tersebut, Kemenkes berharap ada penduduk dewasa bisa melakukan imunisasi difteri secara mandiri.

Kemenkes sudah menemukan 907 kasus difteri, di mana 44 di antaranya meninggal dunia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News