Ada Apa dengan INDEF?

Ada Apa dengan INDEF?
Ilustrasi.

Yang kedua, Terkait perolehan rating Indonesia yang berada di rangking 21. Enni tidak obyektif dalam menilai pencapaian Indonesia karena hanya melihat overall score tanpa menjelaskan lebih jauh struktur pembobotan dari survey ini. Jika Enni cermat seharusnya beliau mengungkapkan bahwa overall score (nilai keseluruhan) ini diukur berdasarkan dari tiga pilar utama yaitu: nutritious challenges (tantangan nutrisi), sustainable agriculture (pertanian berkelanjutan) dan food loss and waste (kehilangan dan sisa makanan).

Memang benar bahwa overall score Indonesia hanya menempati posisi 21 dibawah Nigeria namun pada aspek yang lebih khusus agriculture peringkat Indonesia justru membanggakan. Pada konteks ini Indonesia berada di peringkat 16 (lebih baik 9 negara termasuk Amerika Serikat dan China). Lebih jauh lagi, beberapa indikator tertentu menunjukkan citra positif karena mengungguli negara-negara maju lainnya.

Ada Apa dengan INDEF?

Foodsustainabilityindex.eiu.com

Indikator kualitas subsidi pertanian misalnya, Indonesia memperoleh point 1 (maksimal 3) lebih baik dibandingkan dengan Israel (0,0), Turki (0,0), Inggris (0,5), dan Amerika serikat (0,0). Contoh yang lain seperti persentase dari 3 tanaman terbaik dari total produktivitas Indonesia memperoleh point sebesar 62,08% yang jauh lebih tinggi dibandingkan cina (30,84), Perancis (46,77%), Amerika (44,63%) bahkan Jerman (34,78%) yang menempati rangking pertama.

Apakah kementan berlebihan jika menggunakan pilar sustainable agriculture sebagai keberhasilan?. Secara pribadi saya menganggapnya sebagai kewajaran, karena pilar sustainable agriculture merupakan domain dari kementan sedangkan yang lain tidak. Andai Enni bijak dalam mengintepretasi data ini tentunya beliau dapat menyimpulkan bahwa rendahnya rangking Indonesia secara keseluruhan lebih banyak diakibatkan pilar food loss and waste dan nutritious challenges Indonesia masih lemah. Jika kritik INDEF hanya menyasar skor keseluruhan maka tidak salah kiranya jika kita mengasumsikan bahwa kritikan tersebut cenderung tendensius.

Proposisi yang terakhir terkait kinerja dari kementan terkait kepuasan petani. Enny mengkritik kementan karena sering menggunakan survei INDEF sebagai bahan pencitraan. Survey ini menunjukkan bahwa 76,8% petani puas atas program/bantuan Kementan, sisanya sebesar 23,2% responden menyatakan tidak puas dan sangat tidak puas.

Enny kemudian menyatakan kementan keliru dalam menggunakan survey ini sebagai dasar klaim keberhasilannya. Data tersebut tidak bisa dijadikan ukuran keberhasilan karena menurut Enny, survei hanya dilakukan terhadap petani yang mendapat bantuan pemerintah. Petani yang mendapat bantuan saja tidak semuanya puas, apalagi petani yang tidak mendapatkan bantuan/tidak terdampak program.

Belakangan ini Kementerian Pertanian banyak mendapat kritik dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF). Salah satu momentumnya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News