Ahmad Basarah: UU ASN Berikan Sanksi Pemecatan ASN yang Selewengkan Pancasila

Ahmad Basarah: UU ASN Berikan Sanksi Pemecatan ASN yang Selewengkan Pancasila
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah. Foto: Humas MPR RI

Dalam Pasal 3 Undang-Undang ini disebutkan bahwa seorang ASN saat menjalankan profesinya harus berlandaskan pada prinsip nilai dasar, kode etik dan kode perilaku, serta komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik.

“Jika kita merujuk pada Pasal 4 UU ASN tersebut, jelas ketika menguraikan apa yang dimaksud nilai dasar dalam Pasal 3, disebutkan bahwa seorang ASN harus memegang teguh ideologi Pancasila,  setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta pemerintahan yang sah, mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia, menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak,” tandas Ahmad Basarah.

Meskipun instruksi tersebut langsung dibatalkan sendiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung pada 1 Oktober 2020 akibat kontroversi yang meluas, Ahmad Basarah tetap melihat dikeluarkannya surat instruksi itu sebagai preseden buruk bagi dunia pendidikan nasional.

Sekretaris Dewan Penasehat Baitul Muslimin Indonesia ini menjelaskan lebih lanjut sanksi bagi ASN yang melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana diatur dalam pasal 87 ayat (4) UU ASN terancam dengan pemberhentian tidak dengan hormat.

“Peristiwa ini sekaligus menjadi pengingat bagi kita bahwa di dunia pendidikan, internalisasi nilai-nilai Pancasila memang belum dikuatkan oleh undang-undang. Pancasila belum dinyatakan secara eksplisit dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional sebagai mata pelajaran wajib di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan atas. Ini ‘’pekerjaan rumah’’ kita Bersama. Tetapi, jangan karena pendidikan Pancasila belum dihidupkan di jenjang ini dalam undang-undang, lalu pembuat kebijakan di dearah bisa dengan seenaknya sendiri memasukkan nilai-nilai yang bertentangan dengan dasar negara kita, Pancasila,” tegas Ketua DPP PDI Perjuangan ini.(jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!

Alasan lain yang membuat surat instruksional itu kontroversial adalah bahwa penulis buku tersebut tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News