Air pun Tak Luput dari Korupsi

Air pun Tak Luput dari Korupsi
Air pun Tak Luput dari Korupsi
JAKARTA — Transparansi Internasional chapter Indonesia (TII) melansir laporan tematik korupsi sektoral 2008. Jika pada 2007 lembaga yang berpusat di Berlin, Jerman itu melansir korupsi di lembaga peradilan dan isu tentang kesehatan pada 2006, maka pada 2008 ini mereka memilih isu air. Alasannya korupsi di sektor air adalah ancaman bagi pembangunan dan kelestarian alam.

    ”Bayangkan saja, warga miskin di negara berkembang seperti Indonesia harus membayar air lebih mahal dibandingkan warga London atau New York,” kata wakil ketua dewan pengurus TII Zumrotin K. Susilo di kantor TII, Jakarta Selatan. Mahalnya harga air ternyata tak lepas dari praktik koruptif yang dikembangkan Orde Baru dengan mendudukkan perusahaan pengelola air minum menjadi sapi perahan.

    Temuan itu muncul setelah TII melakukan studi mendalam pada Juni 2006 hingga Mei 2007. Ada tiga modus korupsi yang diduga kuat membuat harga air menjadi mahal. Yang pertama adalah kasus yang terjadi di lingkungan PDAM seperti in-efisiensi hingga beban utang. Lalu korupsi di sektor irigasi dan waduk. TII belum menemukan korupsi yang dilakukan oleh perusaaan air minum dalam kemasan karena minim data.

    Soal utang PDAM mendapat sorotan khusus. Catatan TII, PDAM seluruh Indonesia mempunyai tanggungan beban utang Rp 4,1 triliun dari pinjaman luar negeri. ”Tahun 2006 lalu keseluruhan hutan PDAM yang macet mencapai Rp 3 triliun lebih dan saat ini sedang direstrukturisasi,” kata manajer riset dan kebijakan TII Anung Karyadi. Hampir semua PDAM merugi dan tidak berhasil melunasi utang modalnya.

    Masalahnya, utang itu disinyalir sengaja dipasang sebagai jebakan. Salah satunya dilakukan oleh Bank Dunia dalam skema WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan). ”Bagaimana caranya menjangkau praktik yang seperti ini? PDAM diberi utang, tak bisa bayar, lalu diprivatisasi. Apa ini juga bagian dari korupsi?,” tanya wakil direktur eksekutif INFID Dian Kartika. 

    Menurut penasehat pimpinan KPK Abdullah Hehamahua, KPK belum bisa bertindak dalam peristiwa semacam itu kecuali jika ditemukan ada suap yang mengalir pada penyelanggara negara. Hingga kini, menurut Abdullah, komisinya telah menerima 50 laporan dari daerah tentang korupsi yang berkaitan dengan sektor air. Hampir semua laporan itu dikembalikan ke daerah karena belum memenuhi syarat untuk ditangani KPK. ”Seperti nilainya yang belum Rp 1 miliar,” katanya. (naz)
Berita Selanjutnya:
Jepang Beri Hibah Rp 47 M

JAKARTA — Transparansi Internasional chapter Indonesia (TII) melansir laporan tematik korupsi sektoral 2008. Jika pada 2007 lembaga yang berpusat


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News