Alpukat Sigit

Oleh: Dahlan Iskan

Alpukat Sigit
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Ternyata saya diminta melihat bibit alpukat yang didatangkan dari Lampung. alpukat jenis Tiger. Sigit baru saja membeli 4.000 bibit Tiger.

Baca Juga:

"Yang 2.000 siap ditanam di 4 hektare tanah desa," katanya. Selebihnya akan diserahkan ke penduduk Taji: satu rumah dua bibit.

Saya pun diberi tahu letak tanah 4 hektare itu. Di depan kantor desa. Sedang diolah. Beberapa hari lagi sudah jadi kebun alpukat. "Satu setengah tahun ke depan sudah berbuah," ujar Sigit.

Dia memilih alpukat jenis Tiger karena produktivitasnya tinggi. "Saya sudah melihat sendiri di Lampung. Satu pohon bisa menghasilkan 1 ton. Setahun bisa berbuah dua kali," katanya.

Sigit pun berhitung. Tanah 4 hektare akan menghasilkan alpukat 2.000 ton setahun. Dikalikan harga alpukat per kilogram. ''Padahal, kalau disewakan hanya menghasilkan Rp 19 juta/hektare," katanya.

Desa Taji punya tanah 19 hektare. Semua disewa-sewakan. Sigit menghentikan penyewaan secara bertahap: tahap pertama 4 hektare dulu. Semua akan jadi kebun buah yang punya nilai tinggi.

''Kalau ditanamani buah seperti pohon-pohon itu hasilnya sedikit sekali,'' kata Sigit sambil menunjuk pohon-pohon mangga yang banyak tumbuh di desa.

Sigit masih mencari ide buah apa lagi yang punya nilai tinggi. Masih 15 hektare tanah yang menanti.

Saya menangkap semangat Sigit yang tinggi untuk mengubah nasib desanya. Saya mendoakannya dalam hati. Lalu mengajaknya cepat-cepat ke tungku sampah ciptaannya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News