Anak-anak Migran Asal Indonesia Ikut Membentuk Wajah Australia di Masa Depan

Anak-anak Migran Asal Indonesia Ikut Membentuk Wajah Australia di Masa Depan
Galih Wigati Mosel (berdiri kanan) bersama keluarganya yang sekarang tinggal di Adelaide (Australia Selatan). (Foto: Supplied)

Tanggal 26 Januari adalah hari libur nasional yang dikenal sebagai 'Australia Day' atau 'Hari Australia', sebuah hari yang paling kontroversial hingga saat ini.

'Australia Day' dianggap sebagai sebuah hari perayaan kebangsaan, tapi sekaligus peringatan atas sejarah kolonisasi terhadap budaya asli Aborigin.

Bagi banyak warga, 'Australia Day' menjadi kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman, seperti menggelar 'barbecue' atau pergi liburan ke pantai.

Tapi bagi penduduk asli benua Australia dan keturunannya, mereka menyebutnya sebagai 'Invasion Day atau 'Hari Penjajahan', hari berduka atas masa lalu dan meningkatkan kesadaran soal ketidakadilan sosial.

Mungkin selama ini Anda mengira jika sebutan "orang Australia" hanya merujuk pada orang berkulit putih.

Tapi penduduk asli benua Australia adalah suku Aborigin dan Kepulauan Selat Torres dan kini wajah masa depan Australia akan semakin beragam.

Menurut data Biro Statistik Australia, hingga Juni 2019 tercatat ada lebih dari 7,5 juta pendatang yang tinggal di Australia, jumlah ini artinya 29,7 persen warga Australia lahir di luar negeri.

Galih Wigati Moseladalah salah satunya.

Tanggal 26 Januari adalah hari libur nasional yang dikenal sebagai 'Australia Day' atau 'Hari Australia', sebuah hari yang paling kontroversial hingga saat ini

Sumber ABC Indonesia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News