Anak Korban Kejahatan bisa Ajukan Restitusi, Ini Prosedurnya

Anak Korban Kejahatan bisa Ajukan Restitusi, Ini Prosedurnya
Ilustrasi Foto: Indopos/dok.JPNN.com

Dalam permohonan itu, harus termuat identitas korban dan pelaku. Kemudian, memuat pula uraian kejadian pidana dan kerugian yang diderita, juga, besaran atau jumlah restitusi yang diajukan.

Dalam permohonan itu, harus dilampirkan kopi identitas anak yang menjadi korban dan bukti kerugian yang sah, yakni salah satu atau keseluruhan dari tiga jenis kerugian yang bisa direstitusi. Bila korban meninggal dunia, harus ada surat keterangan kematian yang dilampirkan.

Setelah diputus oleh hakim, jaksa yang akan mengeksekusi putusan restitusi tersebut. Selain memberitahu korban, jaksa juga akan memberitahu pelaku bahwa dalam jangka waktu satu bulan dia harus membayar restitusi kepada korban.

Bila dalam waktu satu bulan jaksa tidak bisa mengeksekusi, misalnya karena pelaku tidak mampu membayar, maka Jaksa membuat laporan kepada hakim.

Dari situ, hakim yang akan memutuskan langkah yang akan diambil kepada pelaku. Apakah berbentuk tambahan hukuman, sita aset, atau putusan lainnya.

Sanksi bagi pelaku yang tidak membayar restitusi memang tidak diatur dalam PP, mengingat jenis regulasi PP memang tidak didesain untuk memberikan sanksi.

’’PP ini sebenarnya bagian dari materi RUU yang akan kami ajukan. Nanti sanksi lebih lanjut bisa diatur di Undang-Undang,’’ tuur Hasan.

Secara khusus, pelibatan LPSK bertujuan agar pengajuan restitusi benar-benar wajar. Tidak sampai terlampau tinggi. Apalagi, yang paling sulit adalah menghitung keruian immateriil.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, dengan adanya restitusi, seharusnya angka kejahatan terhadap anak turun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News