Analisis Ekonomi Wacana Kenaikan Bipih 2023

Oleh Mohammad Nur Rianto Al Arif*

Analisis Ekonomi Wacana Kenaikan Bipih 2023
Prof. Dr. Muhammad Nur Rianto Al Arif, M.Si. Foto: dokumentasi pribadi untuk JPNN.com

jpnn.com - Belum lama ini Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memicu polemik tentang biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih yang harus ditanggung para jemaah calon haji 2023.

Berbicara dalam rapat kerja di Komisi VIII DPR pada Kamis, 19 Januari 2023, Menag mengusulkan rerata Bipih per jemaah pada tahun ini sebesar Rp 69,19 juta atau naik hampir Rp 30 juta dari Bipih 2022 sebesar Rp 39,88 juta.

Banyak tudingan yang terkesan menyalahkan pemerintah -dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)- yang dianggap melakukan kesalahan tata kelola atas dana haji.

Tulisan ini akan melakukan analisis ekonomi atas wacana tersebut. Analisis wacana ini tidak akan masuk ke dalam kajian fikih tentang ibadah haji diperuntukkan bagi muslimin ataupun muslimat yang mampu saja.

Sebagaimana kita ketahui, masyarakat yang ingin memperoleh porsi haji reguler diharuskan membayar setoran awal dana haji. Saat ini, besaran setoran awal untuk mendapatkan porsi haji ialah Rp 25 juta.

Sejak 2017, dana haji yang telah terkumpul dikelola oleh BPKH. Sebelum BPKH terbentuk, dana haji dikelola oleh Kementerian Agama RI.

Namun, sebelum membahas lebih lanjut mengenai kenaikan Bipih yang harus dibayarkan oleh jemaah calon haji, penting pula bagi kita memahami kondisi riil tentang keuangan haji.

Pertama, selama ini biaya yang harus dibayarkan oleh jemaah calon haji hanya 40 persen dari total biaya, sedangkan sisanya disubsidi dari manfaat dana haji. Apabila kondisi ini dilanjutkan, dana pengelolaan haji diperkirakan tidak akan berkesinambungan dan bakal habis pada 2027.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki agar pengelolaan dana haji dapat memberikan layanan haji yang lebih optimal.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News