Ancam Kebinekaan, Ahok Bisa Dihukum Lebih Berat
jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakir menilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak harus memvonis terdakwa penista agama Basuki Tjahaja Purnama sebagaimana tuntutan jaksa penuntut umum.
Menurut Mudzakir, hakim dapat saja memvonis di atas tuntutan JPU yang sebelumnya menilai Ahok bersalah dengan melanggar Pasal 156 KUHP yang dituntut satu tahun penjara, dengan masa percobaan dua tahun.
"Jadi hakim boleh memvonis di atas tuntutan jaksa, karena mereka memeriksa secara objektif. Jadi tidak terpaku pada tuntutan jaksa," ujar Mudzakir kepada JPNN.com, Kamis (20/4).
Mudzakir juga menyarankan hakim sebaiknya mempertimbangkan unsur keutuhan NKRI dalam menjatuhkan putusan terhadap Ahok nantinya.
Dalam konteks NKRI yang berfalsafahkan kebhinekaan, tindak pidana penghinaan terhadap kitab suci kata Mudzakir, dapat mengancam kebhinekaan.
Apalagi itu dilakukan oleh seseorang yang tidak mengimani kitab suci tersebut.
"Umpan ini harus ditangkap oleh hakim. Bahwa ini ancamannya terhadap NKRI. Ini negara yang berbhineka tunggal ika, maka ancaman terhadap kebhinekaan itu, harusnya lebih berat," tuturnya.
Mudzakir khawatir, vonis ringan tidak akan memberi efek jera bagi pelanggaran terhadap penodaan agama.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakir menilai Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat
- Ini Posisi yang Dipilih Ahok Kalau Ditawari Jabatan
- Ahok Pastikan Video Ucapan Soal Jokowi dan Gibran Tak Bisa Kerja Sudah Dipotong
- HUT Ke-66 Pertamina, Ini Tiga Strategi Rencana Jangka Panjang yang Siap Dilakukan
- KPK Panggil Ahok Hari Ini, Ada Apa?
- Ahok Berkata Menohok soal Kabar Gibran Cawapres Prabowo
- Pilih Ganjar-Mahfud yang Teruji, Ahok Ogah Dukung Gibran bin Jokowi