Politik Dinasti Muncul Sejak Gibran Bertarung di Solo, Tak Ada yang Berani Meladeni Anak Jokowi

Politik Dinasti Muncul Sejak Gibran Bertarung di Solo, Tak Ada yang Berani Meladeni Anak Jokowi
Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama Gibran Rakabuming seusai penyerahan surat keputusan Rapimnas Partai Golkar di kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Sabtu (21/10). Golkar merekomendasikan Gibran jadi bakal calon wapres pendukung Prabowo. Foto: Ricardo/JPNN

jpnn.com - JAKARTA - "Politik dinasti itu adalah politik yang diperoleh karena hubungan darah, karena hubungan kekeluargaan. Dalam hubungan tersebut ada pihak yang sedang berkuasa, itu dasarnya."

Itu pendapat dari Guru Besar Ilmu Politik di UIN Saiful Mujani, dalam wawancara yang tayang di YouTube Mata Najwa.

Menurut Saiful, politik dinasti terlihat sejak Gibran Rakabuming Raka menjadi Wali Kota Surakarta atau Solo, sebab tak bisa dipisahkan fakta bahwa Gibran merupakan anak sulung Presiden Jokowi.

"Dalam proses Gibran menjadi wali kota saja contohnya, dia hampir tidak menemukan lawan. Saya dengar, lawannya pun itu sengaja dibuat, karena tidak ada orang yang mau bersaing dengan Gibran," ujar pria pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu.

Politik Dinasti Muncul Sejak Gibran Bertarung di Solo, Tak Ada yang Berani Meladeni Anak Jokowitangkapan layar YouTube @Najwa Shihab

Saiful memandang terpilihnya Gibran sebagai Wali Kota Surakarta tak terlepas dari nilai politiknya sebagai anak seorang presiden.

Hal ini pun sama dengan yang terjadi saat Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum PSI dalam hitungan hari saja.

"Kalau bukan anak Jokowi, maaf, ya sama Kaesang, bukan saya merendahkan Anda. Namun, faktanya begitu," ujar Saiful.

Menurut Guru Besar Ilmu Politik di UIN itu, politik dinasti sudah terlihat sejak Gibran running menjadi Wali Kota Surakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News