Aneh, Kita di Negara Kepulauan, tapi Belum Bisa Mengatur Pelayaran Sendiri

Aneh, Kita di Negara Kepulauan, tapi Belum Bisa Mengatur Pelayaran Sendiri
Diskusi di sela peringatan HUT Women in Maritime Indonesia (WIMA INA) ke-4 di Labuan Bajo, Rabu (18/9) malam. Foto Yessy Artada/jpnn.com

jpnn.com, LABUAN BAJO - Ketua Umum Women in Maritime Indonesia (WIMA INA) yang juga pakar hukum maritim, Chandra Motik menyayangkan masih ada pihak-pihak yang ingin menggembosi industri pelayaran nasional.

Pasalnya azas cabotage, yang menjadi pendorong utama pertumbuhan industri pelayaran nasional melalui Inpres 5 / 2005 dan UU Nomor 17/2008 tentang Pelayaran mulai terancam.

Padahal, pascapemberlakuan azas cabotage 95 persen komoditi nasional dilayani kapal-kapal bendera Indonesia yang sebelumnya dikuasai kapal asing.

Kegiatan angkutan perusahaan nasional dan BUMN wajib menggunakan kapal berbendera merah putih dan awak kapal berkebangsaan Indonesia.

"Apa urgensinya merevisi UU 17/2008 dan mengutak - atik azas cabotage. Ini adalah cara- cara yang tidak bagus dan ingin kembali mengkerdilkan industri pelayaran nasional," kata Chandra Motik, di sela-sela peringatakan HUT ke 4 Wima Ina di Labuan Bajo, Rabu (18/9) malam.

Di tempat yang sama, Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, salah satu poin revisi itu ialah mengutak-atik perihal azas cabotage yang memungkinkan kapal asing kembali berpeluang mengangkut penumpang dan atau barang di perairan Indonesia.

"Azas cabotage itu menjadi kebanggaan kita. Kalau sampai direvisi, kedaulatan kita akan terinjak-injak dan aneh, kita di negara kepulauan tapi belum bisa mengatur pelayaran kita sendiri," ucap Carmelita.

Azas cabotage merupakan hak ekslusif negara untuk menyusun beleid, termasuk di sektor pelayaran. Artinya, cabotage itu ditetapkan untuk melindungi kekayaan dan pasar dalam negeri.

Kami terus berjuang, agar pemerintah menjadikan pelayaran dan armada merah putih sebagai bagian dari infrastruktur dan kita menjadi tuan rumah di negara kita sendiri.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News