Arsul Sani: Kalau Pemotongan Gaji Disebut Sanksi Berat, Akan jadi Bahan Tertawaan Publik

Arsul Sani: Kalau Pemotongan Gaji Disebut Sanksi Berat, Akan jadi Bahan Tertawaan Publik
Wakil Ketua Umum PPP yang juga anggota Komisi III DPR Arsul Sani. Ilustrasi/Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengomentari soal istilah sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan dari Dewas KPK terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar

Politikus Partai Persatuan Pembangunan itu mengatakan apabila pemotongan gaji disebut sebagai sanksi berat, maka hal itu akan menghancurkan kepercayaan publik kepada lembaga antikorupsi tersebut. 

"Kalau cuma potong gaji pokok disebut sebagai sanksi berat, ini akan jadi bahan tertawaan publik yang akan menjatuhkan martabat KPK sebagai lembaga penegak hukum,” kata Arsul kepada wartawan, Selasa (31/8).

Wakil ketua MPR itu mengatakan seharusnya sanksi berat atas pelanggaran kode etik dan perilaku pimpinan KPK itu bisa berupa penonaktifan atau pemberhentian sementara. 

Oleh karena itu, Arsul pun menyarankan kepada Dewas KPK yang menghukum Lili Pintauli dengan sanksi berupa pemotongan gaji, mengubah aturan tentang sanksi berat tersebut. 

Misalnya, dia menyarankan Dewas KPK mengevaluasi sanksi berupa pemotongan gaji dari kategori berat. 

“Pindahkan sanksi terkait pemotongan gaji atau pendapatan itu dari sanksi berat,” ujar Arsul.

Dia mengaku banyak menerima aspirasi dari berbagai kalangan masyarakat, menyusul keputusan Dewas KPK untuk Lili Pintauli. Sebab, kata dia, sejumlah pihak melihat ada kontradiksi antara cara pandang Dewas KPK dengan keputusan.

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menilai sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar akan menghancurkan kepercayaan publik kepada lembaga antirasuah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News