Asas Cabotage untuk Kedaulatan Negara

Asas Cabotage untuk Kedaulatan Negara
Ketua Pendiri National and Character Building Institute (NCBI), Juliaman Saragih. Foto: Dokpri for JPNN.com

Total kapasitas angkut meroket dari 5,67 Juta GT pada 2005 menjadi 38.5 Juta GT pada 2016. Prestasi bisnis ini juga seiring dengan pertumbuhan jumlah perusahaan pelayaran nasional setiap tahunnya.

Bahkan pada tahun 2016, seluruh distribusi kargo domestik sudah terlayani oleh kapal nasional dari total kargo 621 Juta ton.

Sejarah Indonesia Merdeka mencatat, para pelaku usaha pelayaran bersama TNI AL turut berperan aktif membebaskan Irian Barat dari kekuasaan penjajah Belanda. Saat itu, berbagai jenis kapal niaga dikerahkan untuk memobilisasi kekuatan.

Menurut UU No. 03/2002 tentang Pertahanan Negara dan UU No. 27/1997 tentang Mobilisasi dan Demobilisasi, ditegaskan bahwa armada niaga nasional sebagai komponen pertahanan negara yang dapat di mobilisasi jika negara dalam keadaan bahaya.

Dalam relasi substansi inilah aturan asas _cabotage_ yang terkait dengan peran sektor transportasi laut bermakna pada pertahanan dan keamanan untuk kedaulatan negara _(sovereign of the country)_. Singkatnya, industri pelayaran nasional menjadi bagian utuh dalam menjaga keamanan negara dari kemungkinan serangan negara asing.

Berdasar konstruksi pemikiran diatas, kami berpandangan bahwa konsistensi kebijakan regulasi dan taat asas oleh pemerintah, baik di pusat dan daerah, adalah kata kunci menjaga kedaulatan negara dalam perspektif pelayaran nasional dan menggerek pertumbuhan investasi di sektor angkutan laut.

Singkatnya, industri pelayaran nasional dalam koordinasi INSA adalah garda terdepan negara bangsa menuju terwujudnya Indonesia Poros Maritim Dunia.


Konsistensi penerapan kebijakan asas cabotage sesuai UU No. 17/2008 dan Inpres No. 05/2005, merupakan titik balik menuju kemandirian industri pelayaran nasional


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News