Baiq Nuril, Arsyad, Zakki Amali, Giliran Siapa Lagi?

Baiq Nuril, Arsyad, Zakki Amali, Giliran Siapa Lagi?
Baiq Nuril Maknun mengusap air matanya. Foto: SIRTU/LOMBOK POST/JPNN.com

Zakki menambahkan, mempersoalkan kerja jurnalistik dengan tuntutan pidana bukanlah hal yang tepat. Selain bertentangan dengan kebebasan yang dijamin konstitusi, hal itu juga melanggar kesepakatan yang dibuat dewan pers berdasa kepolisian dan kejaksaan. Atas dasar itu, pria kelahiran Kudus itu memilih mangkir setiap ada panggilan.

Namun secara pribadi, dia mengakui, meski belum ditetapkan sebagai tersangka, apa yang dialaminya cukup merisaukan. Panggilan demi panggilan yang diterimanya, menjadi teror sendiri bagi psikologisnya. “Saya tidak memungkiri, bikin kepikiran. Kita gak punya salah tiba-tiba berurusan dengan polisi,” ujarnya.

Tak ingin orang tuanya panik, Zakki memilih untuk menyembunyikan kasusnya. Hanya beberapa gelintir kerabat, yang dianggap bisa memahami, yang dia kabari. Kini, Zakki jadi merasakan, betapa berbahayanya pasal karet UU ITE. Dia merasakan sakitnya menjadi korban kriminalisasi.

Beruntung, dia punya banyak kawan seprofesi yang membantunya. Dukungan LBH Semarang dan PBHI Jawa Tengah juga cukup deras. Setidaknya bisa menambal kebutuhan menghadirkan saksi ahli yang dirasa berat buatnya.

Di Surabaya, korban UU ITE juga menimpa Anindya Joediono, mahasiswi Universitas Narotama. Dia dijerat usai membuat status di akun facebook tentang pelecehan seksual yang dialaminya saat razia yang digelar satpol PP di Asrama Mahasiswa Papua, Surabaya.

Nindy bermaksud menjelaskan kronologi di tengah simpang siurnya informasi. “Saya menyuarakan apa yang dialami, agar publik tahu,” ujarnya.

Namun, bukannya pertolongan yang di dapat. Nindy justru berurusan dengan hukum setelah dilaporkan Ketua Ikatan Keluarga Besar Papua Surabaya (IKBPS), Pieter F Rumaseb. Uniknya, palapor adalah sosok yang tidak dikenal dan tidak disebut dalam statusnya.

Namun, laporan yang dinilainya tidak jelas justru lebih cepat diproses. Di bandingkan laporan pelecehan seksual yang juga dilaporkannya. Kini, dia harus memenuhi panggilan sebagai terlapor. “Saya masih kuliah, harus dipanggil polisi kuliah saya terganggu. Dampak psikologis pasti juga ada,” ungkapnya.

Baiq Nuril yang divonis bersalah dan dihukum enam bulan penjara, hanyalah salah satu korban penerapan pasal karet di UU ITE.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News