Bamsoet Ajak Elemen Bangsa Menggali Jejak Peradaban Mataram Yogyakarta

Bamsoet Ajak Elemen Bangsa Menggali Jejak Peradaban Mataram Yogyakarta
Wakil Ketua MPR RI Bambang Soesatyo. Foto: Humas MPR RI.

jpnn.com, JAKARTA - Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan tidak banyak yang mengetahui bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono II, adalah satu-satunya Raja di Yogyakarta, bahkan di seluruh Nusantara dan dunia yang memerintah kerajaan selama tiga periode berbeda.

Sri Sultan Hamengku Buwono II memerintah tahun 1792-1810, tahun 1811-1812, dan tahun 1826-1828. Sebagai raja, dia memiliki karakter tegas dan pemberani, sehingga membuatnya disegani sekaligus dihormati rakyatnya.

Karakter ini menurut Bamsoet, terlihat pada beberapa catatan dan fakta sejarah. Misalnya, ketika Komisaris Nicholas Hartingh berinisiatif membangun Benteng Rustenburg, Sri Sultan Hamengku Buwono II menjawabnya dengan membangun Tembok Baluwarti mengelilingi alun-alun utara dan selatan, sembari menempatkan 13 meriam di bagian depan keraton menghadap ke arah benteng Belanda tersebut.

"Beliau juga tegas menolak permintaan wakil VOC yang ingin menyejajarkan posisi duduknya pada pertemuan dengan Sultan, serta menolak campur tangan VOC dalam urusan kerajaan," kata Bamsoet, saat menjadi keynote speech Webinar Forum Sejarah dan Jejak Peradaban Mataram Yogyakarta bertajuk 'Menggali Warisan Membangun Masa Depan" yang berlangsung secara daring, Senin (5/10).

Forum itu diikuti antara lain oleh perwakilan Trah Sultan Hamengku Buwono II R.Y. Bayu Susilo Harto, Filolog KRT Manu W Padmadipura, dan Direktur Wahid Foundation Yenny Zannuba Wahid.

Dia mengatakan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono II juga tidak segan mengeksekusi Patih Danurejo II yang terbukti bersekongkol dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels. Sifat kerasnya dalam menentang kolonialisme menyebabkan beliau dibuang ke Pulau Penang dan Ambon.

"Pembukaan Konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan. Hal ini senafas dengan perlawanan Sri Sultan Hamengku Buwono II terhadap kolonialisme," tutur mantan ketua DPR ini.

Politikus yang juga kepala Badan Bela Negara FKPPI ini menuturkan, penjajahan yang telah berlangsung beberapa abad tidak saja menguras sumber kekayaan alam, tetapi juga memutus alur dan jejak peradaban bangsa Indonesia. Harta dan kekayaan budaya Indonesia terampas, termasuk di dalamnya manuskrip-manuskrip dan kekayaan intelektual kerajaan.

Bamsoet menjadi keynote speech webinar bertajuk 'Menggali Warisan Membangun Masa Depan"

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News