Bamsoet Minta PERKESTRATI Merumuskan Urgensi Kebutuhan Traditional Chinese Medicine

Bamsoet Minta PERKESTRATI Merumuskan Urgensi Kebutuhan Traditional Chinese Medicine
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet pada acara pembukaan Musyawarah Nasional ke-1 Perkumpulan Kesehatan Tradisional Tiongkok Indonesia (PERKESTRATI) di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (1/9/19). Foto: Humas DPR RI

jpnn.com, SURABAYA - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai Indonesia perlu ikut dalam reformasi kebijakan kesehatan dunia. Khususnya setelah adanya laporan International Classification of Diseases ke-11 (ICD-11) yang dikeluarkan World Health Organization (WHO/Organisasi Kesehatan Dunia) pada 18 Juni 2018 dan dipresentasikan di WHO World Health Assembly ke-72, di Geneva, Swiss, 20-28 Mei 2019.

"ICD merupakan salah satu produk WHO yang di dalamnya merumuskan banyak hal untuk memahami penyakit dan penyebab kematian, sehingga bisa diketahui tindakan untuk mencegah penyebaran penyakit dan menyelamatkan banyak nyawa. Dalam ICD-11, WHO mengeluarkan terobosan baru membahas tentang pengobatan tradisional, termasuk Traditional Chinese Medicine (TCM). Ini menjadi langkah besar bagi pegiat TCM untuk membantu memenuhi kesehatan umat manusia,” ujar Bamsoet saat membuka Musyawarah Nasional ke-1 Perkumpulan Kesehatan Tradisional Tiongkok Indonesia (PERKESTRATI) di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (1/9/19).

BACA JUGA: Kementerian ESDM Akan Mengatur Tarif Pengisian Mobil Listrik Bisa Lebih Murah

Bendahara Umum DPP Partai Golkar 2014-2016 ini menuturkan, pengakuan dunia terhadap Traditional Chinese Medicine bukan hanya dari WHO. Pada tahun 2015, Mr. Tu Youyou yang bekerja di China Academy of Chinese Medical Sciences, di Beijing, mendapatkan Penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi Kedokteran atas penemuannya mengekstrak zat artemisinin dalam menghambat parasit malaria sehingga meningkatkan kelangsungan hidup dan kesehatan jutaan manusia.

"Pemberian Nobel tersebut membuat banyak orang, khususnya dunia ilmu kesehatan dan kedokteran tersentak. Pembicaraan dan praktik Traditional Chinese Medicine semakin menguat di berbagai negara. Selain manfaat pengobatan yang bisa dirasakan, harga yang relatif terjangkau dibanding pengobatan umum juga menjadi pendorong cepatnya penyebaran praktek Traditional Chinese Medicine di berbagai belahan dunia," tutur Bamsoet.

BACA JUGA: Raffi Ahmad Pilih Pengobatan Tradisional Ketimbang Dioperasi

Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menjelaskan, peraturan perundangan di Indonesia saat ini memang belum mengatur secara spesifik mengenai praktik Traditional Chinese Medicine. Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, pengobatan tradisional Tiongkok yang diakui baru sebatas tenaga kesehatan di bidang akupuntur yang masuk kelompok tenaga kerja kesehatan keterapian fisik.

"Akibatnya, banyak mahasiswa Indonesia yang sudah lulus pendidikan sebagai tenaga medis dari ilmu kedokteran tradisional di Tiongkok, belum bisa mengaplikasikan ilmunya di Indonesia. Mereka malah menjadi tenaga medis di negara tetangga seperti Singapura, Australia, Belanda, maupun negara Eropa lainnya yang sudah mempunyai peraturan praktik Traditional Chinese Medicine dalam sistem kesehatan nasionalnya," jelas Bamsoet.

Menurut Bamsoet, salah satu tantangan yang harus dijawab dalam Musyawarah Nasional yang baru pertama kali dilakukan oleh PERKESTRATI adalah membantu merumuskan urgensi kebutuhan Traditional Chinese Medicine.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News