Bantu 10 Anak Tak Mampu Raih Gelar Doktor

Bantu 10 Anak Tak Mampu Raih Gelar Doktor
Nelson Tansu.
Modus perampokan dan pembunuhan itu memang sadis sehingga dua pelakunya divonis mati. Tansu tidak bersedia mengenang dan berbicara lebih lanjut tentang peristiwa traumatik yang menimpa dia dan dua saudaranya yang lain. Namun, pengalaman itu tidak mematikan rasa cintanya kepada Indonesia.

’’Semua kenangan tetang masa kecil dan orang tua saya ada di sini. Saya tentu tidak bisa melupakan Indonesia,’’ kata doktor electrical engineering University of Wisconsin di Madison, Amerika, itu.

Sebagai bukti kecintaannya kepada Indonesia, Tansu kini menggalang dana untuk menyekolahkan anak tidak mampu tapi pandai yang ingin memperoleh gelar doktor (PhD). ’’Untuk mendapatkan gelar tersebut kan susah, butuh banyak biaya untuk riset dan penelitian,’’ ujarnya.

Saat ini, lanjutnya, di antara 10 orang yang dibantunya, dua orang dari Indonesia. Dia berharap pada tahun-tahun yang akan datang lebih banyak lagi orang Indonesianya. ”Di Amerika banyak yang mau memberikan bantuan dana untuk pendidikan dan saya bisa mencarikannya dengan mudah,’’ jelasnya.

 Menurut Tansu, kegiatannya  itu bukan semata karena peduli terhadap bangsa Indonesia, tapi juga karena kepeduliannya kepada pendidikan. ”Sejak kecil saya ingin jadi pendidik di bidang sains dan engineering, sayangnya posisi ini di Indonesia kurang dihargai,’’ kata pengajar S-3 itu.

Dia tak setuju guru cuma dianggap sebagai pahlawan tanpa tanda jasa karena guru butuh uang makan. Gaji guru dan dosen yang rendah itulah yang menjadi salah satu penyebab banyak orang pintar yang lari ke luar negeri.

’’Inilah yang menjadikan mutu pendidikan kita rendah. Guru-guru dengan gaji dan fasilitas pas-pasan tentunya tidak bisa memberikan pelayanan optimal karena harus mencari tambahan sampingan,’’ jelasnya.   

Tansu mengharapkan pemerintah segera mengubah kebijakannya agar mutu pendidikan di Indonesia meningkat. ’’Jika ada profesor yang kembali ke Indonesia ditawari jadi dosen atau anggota dewan, maka jawabannya pasti yang terakhir, it’s the reality,’’ jelasnya.

Tahun lalu Nelson Tansu kehilangan ayah-ibunya akibat perampokan di kampungnya, Medan, Sumatera Utara. Meski saat ini sudah hidup mapan di Amerika,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News