Bawa Bom saja Berani, apalagi Hadapi Preman

Bawa Bom saja Berani, apalagi Hadapi Preman
Kapolrestabes Medan Kombespol Dadang Hartanto berdiskusi dengan Mustafa. Foto: Ilham Wancoko/Jawa Pos

jpnn.com - SEORANG pria berkupluk tampak berbincang dengan Kapolrestabes Medan Kombespol Dadang Hartanto. Mereka saling menanyakan kabar. Sesekali wajah keduanya cukup serius. Tapi, kerap muncul senda gurau.

ILHAM WANCOKO, Medan

Siapa sangka, lelaki bernama Mustafa, 45, itu dulu memandang polisi sebagai thogut, pihak yang mengajak ke jalan kesesatan.

Mustafa ditangkap personel Densus 88 Antiteror karena kasus perampokan Bank Lippo di Medan pada 2003. Dalam perampokan itu, tiga korban meninggal.

Mereka adalah para karyawan di bank tersebut. Perampokan itu dilakukan untuk mendapatkan modal untuk melakukan aksi terorisme.

Mustafa menceritakan pandangannya terhadap polisi sebelum menjalani hukuman. ’’Dulu kami pandang polisi itu seperti rendang, lezat. Apalagi yang membawa senjata laras panjang,’’ ujar Mustafa saat ditemui akhir September lalu.

Namun, pandangan itu berubah sedikit demi sedikit. Dia menceritakan, setelah dirinya ditangkap pada 2003 dan divonis 13 tahun penjara, terjadi perubahan-perubahan. Memang, tidak semua langsung berubah. ’’Tapi, ada sesuatu yang berbeda,’’ ungkapnya.

Awalnya, perubahan itu terjadi saat istri dan anak Mustafa mengunjunginya di Lapas Tanjung Gusta. Saat itu, sang anak mengungkapkan bahwa teman-temannya kerap menyinggung bahwa sang ayah nomor sekian. ’’Saat rekonstruksi itu, saya diberi nomor. Itu yang dimaksud,’’ tuturnya.

Mustafa merupakan mantan teroris yang pernah merampok bank di Medan itu kini sudah berubah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News