Bawang Yawuyoko

Oleh: Dahlan Iskan

Bawang Yawuyoko
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Bahan bakar itu ditumpuk di bagian paling bawah kubangan.

Di atas hamparan tumpukan kayu bakar itu ditumpuki batu. Berlapis. Sampai rapat. Kayu pun dibakar. Sampai batunya berwarna merah –saking panasnya.

Di atas batu panas itulah daging di-jejer-jejer. Lalu ditimbun alang-alang. Tebal. Barulah ditutup dengan tanah.

Setengah jam kemudian tanah penutup disingkirkan. Alang-alang setengah terbakar disibak. Terlihatlah daging yang sudah masak.

Siapa saja boleh ambil daging itu. Dimakan. Sambil duduk di atas rumput. Atau sambil berdiri. Terserah saja. Rasanya luar biasa. Steak paling enak di Texas pun kalah.

Daging panas. Dimakan di udara yang sangat sejuk. Ketika tambah lagi pun dagingnya masih panas.

Bakar batu yang asli adalah babi. Utuh. Beberapa ekor sekaligus. Tetapi di kampung Faruq bakar batunya pakai sapi, domba, atau ayam.

"Waktu Maulid Nabi yang lalu kami masukkan 300 ekor ayam ke lubang bakar batu," ujarnya.

Di Jayawijaya ia punya masjid. Kalau Jumat ia yang berkhotbah. Waktu peringatan Maulid Nabi dua minggu lalu ia menyelenggarakan acara adat setempat: bakar batu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News