Bea Caravan

Oleh Dahlan Iskan

Bea Caravan
Dahlan Iskan. Ilustrasi: Jawa Pos

Saat memasuki Meksiko juga sama. Kemanusiaan. Dan hanya numpang lewat. Tiap hari mereka berjalan sejauh 30 km.

Sebagian ada yang cari nunutan truk. Jarak pendek. Ganti-ganti nunutan. Wanita dan anak-anak.

Guatemala memang miskin. Penduduknya 20 juta. Negara itu kecil. Di leher benua. Seperti hanya selebar kain. Yang menghubungkan Amerika Utara dan Amerika Latin.

Tanahnya pun bergunung-gunung. Gunung berapi pula. Terutama di wilayah baratnya. Yang menghadap ke lautan Pasifik.

Negara sekecil itu punya 30 gunung berapi. Pun sangat tinggi-tinggi. Yang melebihi 3.500 meter ada tujuh. Yang tiga lagi melebihi 4.000 meter.

Pendapatan per kapitanya mirip kita: USD 4.000, tetapi indeks GNI (gross national income)-nya 4,3. Kaya-miskinnya sangat timpang.

Andalannya kopi. Kopi Guatemala. Perkebunan. Di mana-mana perkebunan lebih banyak menghasilkan ketimpangan.

Honduras lebih miskin lagi. Pendapatan per kapitanya hanya USD 2.800. Timpangnya juga luar biasa. Kriminalitas tinggi. Preman dan geng merajalela.

Negara-negara di bentangan kain Amerika Tengah ini bisa jadi bahan kampanye Hizbut Tahrir: lihatlah mereka. Sudah sejak tahun 1820-an merdeka. Dan sejak itu sudah menggunakan sistem demokrasi. Toh tidak berhasil.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News