Beda 10+5 dan 10-3 untuk Cantik

Oleh Dahlan Iskan

Beda 10+5 dan 10-3 untuk Cantik
Dahlan Iskan.

Ketika belum banyak klinik kecantikan Prof Djo sudah punya. Sejak tahun 1973: Djohan Clinic.

Kini klinik itu diteruskan oleh putrinya: dr Lobredia Zarazade. Yang juga spesialis bedah plastik.

Kalau toh ada yang kurang membanggakan adalah: setelah Prof Djo tidak segera muncul banyak ahli bedah plastik. Yang mengikuti jejaknya. Profesor bedah plastik kedua baru lahir 10 tahun kemudian: Prof. Dr. dr. David S Perdanakusumah. Juga di Unair.

Saat ini hanya dua itulah guru besar bedah plastik kita. Ada sih satu lagi. Di UI. Tapi bukan di jalur keilmuan. Dan sebentar lagi pensiun.

Kepada Prof David saya bertanya. Kebetulan tempat duduknya di sebelah saya: apakah itu karena tidak ada potensinya? Atau tidak ada peminatnya?

David sudah 10 tahun  jadi profesor. Belum lahir guru besar baru.

”Ahli bedah plastik umumnya di bawah kementerian kesehatan. Tidak ada dana untuk tunjangan guru besar,” jawab Prof David. ”Yang berhak memberi tunjangan hanya kementerian Ristek dan Dikti,” tambahnya.

Baru setelah Gubernur Jatim Soekarwo mau menanggung tunjangan itu ada perubahan. Dikti mau memproses guru besar di jalur Kemenkes.

Ada profesor pertama ahli bedah plastik di Indonesia. Namanya Prof. Dr. dr. Djohansjah Marzuki dari Universitas Airlangga Surabaya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News