Beginilah Kondisi Warung Sate Klathak setelah Jadi Lokasi Shooting AADC2

Pembeli Membeludak, Omzet Kian Berlipat

Beginilah Kondisi Warung Sate Klathak setelah Jadi Lokasi Shooting AADC2
Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

“Masa kecil saya kurang bahagia, untuk menambah uang saku saya jualan melinjo. Melinjo yang sudah dikupas kulitnya itu kadang ditaruh di atas sate, jadi sebutan orang-orang sate klathak,” tuturnya kepada Radar Jogja (Jawa Pos Group).

Namun, ada pula versi lain tentang asal-usul sebutan sate klathak. Yakni karena suara ‘klothak-klathak’ atau bunyi gemeletak yang terdengar dari sate dengan tusuk jeruji saat dibakar di atas bara api.  

Bari biasanya menjajakan sate klathaknya mulai pukul 18.30 WIB atau selepas azan magrib. Tempatnya berjualan pun di pasar tradisional yang minim penerangan.

Namun, begitu warung dibuka, pembeli sudah mengantre. Semakin malam terkadang kian susah mendapatkan tempat duduk di warung Bari. Beberapa pengunjung ada yang rela antre dengan menggelar tikar di lorong-lorong pasar yang minim penerangan.

Bari merupakan generasi ketiga penerus usaha sate klathak yang fenomenal itu. Mulanya, perintis sate klathak adalah Mbah Ambyah, nenek Pak Bari. Usaha itu sudah dimulai sejak sebelum Indonesia merdeka.

Ketika Mbah Ambyah meninggal, usaha sate klathak lantas diteruskan oleh ayah Bari yang bernama Wakidi. Mulanya Wakidi menjajakan sate klathak dengan berkeliling menggunakan pikulan.

Akhirnya, Wakidi menyewa sebuah kios untuk berjualan satenya.  “Saya adalah generasi ketiga, nenek saya Mbah Ambyah berjualan sejak sebelum Indonesia merdeka. Tempatnya sama dengan sekarang, tapi dulu belum ada pasar, masih di bawah pohon Waru” ungkap Bari.

Tapi, menjajakan sate klathak di sebuah kios ternyata tak sesuai harapan Wakidi. Ia harus berpindah tempat berkali-kali demi menyewa kios.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News