Belum Merdeka, Jika Masih Banyak yang Miskin

Belum Merdeka, Jika Masih Banyak yang Miskin
SULIT - Di Tarakan, Kalimantan, dua anak kecil pun ikut menjadi pengumpul pasir dan batu kerikil, demi membantu orangtua mereka mencari sesuap nasi. Foto: Anthon Joy/Radar Tarakan.
"Kadang kalau pengguna jasanya orang baik, untuk satu kali angkat itu bisa mendapatkan uang sebesar Rp 20 ribu," tukas Nurman, sembari menjelaskan, untuk mendapatkan uang kebutuhan keluarga, baginya perlu berkeringat dulu. Tentu Nurman tidak perlu menyesali pekerjaan yang dilakoninya. Dengan pendidikan hanya sebatas tamat SD, tak punya keterampilan khusus, membuatnya harus ikhlas menerima pekerjaan seberat dan sekasar apa pun.

Nurman menceritakan, pekerjaan itu telah dilakukannya sejak tiga tahun lalu. Sebelumnya ia memiliki usaha dagang kain. Karena bangkrut, modal pun habis, menjadi tukang angkat merupakan pilihan pahit yang harus dimanis-maniskannya. Setidaknya, ia bisa menghibur dengan perkataan, "Apa pun pekerjaannya baik. Yang penting halal!" Apalagi mengingat istri dan empat anaknya, seberat apa pun pekerjaan itu, memang harus disanggupinya.

Hidup, kadang oleh sebagian orang bisa terasa getir. Jika mendengar kisah Anton, tukang ojek di Simpang Duku Fly Over Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padangpariaman, lain pula rasa hati. Untuk mendapatkan uang lebih, apalagi mengingat lebaran akan datang, ia harus menambang (mengojek) hingga larut malam. Itu pun kadang dapatnya tak sesuai harapan. Sebab, tukang ojek sudah terlalu banyak pula di sana. Ia harus mengantre, hingga tiba gilirannya membawa penumpang. Manusiawi, kalau ia tunggang langgang mencari uang, apalagi saat teringat baju lebaran anak juga harus dibelikan.

Realita hidup di atas menjadi berat, lantaran peristiwa gempa 30 September 2009 lalu justru menambah beban hidup mereka. Ketika mereka mendengar akan ada bantuan gempa, ketika itu sempat ada harapan merasa teringankan. Pemerintah diharapkan mereka segera merealisasi bantuan gempa untuk rakyat itu. Sebab, bantuan gempa tersebut penting untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk. Namun hingga kini, yang terngiang di telinga mereka hanya janji pemerintah yang dulunya mengatakan akan membantu.

Hidup adalah pilihan, karenanya ia berarti perjuangan. Mereka, para buruh atau pekerja kasar, menjalani hidup untuk "memerdekakan" keluarga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News